Jangan Di Klik Link Dibawah

Home » » Hubungan Manusia Dengan Allah

Hubungan Manusia Dengan Allah


Hubungan Manusia Dengan Allah


Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, yang diciptakan sebagai khalifah di muka bumi dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah dengan cara menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya sebagaimana yang difirmankan dalam Al-Qur’an.
Sesunggunya Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu (QS.Al-Dzariyat 56)
Dalam hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan antara sang pencipta dengan yang diciptakan. Dan yang diciptakan tidak mungkin lepas dari keterkaitan denganNya. Bagaimanapun manusia tidak percaya nya dengan Allah, suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar manusia akan mengikuti Sunatullah yang berlaku di alam semesta ini.
Sesungguhnya hubungan Allah dan manusia sudah didasari oleh sebagian besar manusia sejak dahulu mereka sudah mendudukan Allah sebagai Rabb (pencipta alam semesta), namun hubungan itu masih terhalangi oleh kejahilan atau kesombongan untuk menempatkan Allah sebagai Ilah (yang di sembah/abadi).
Dan dalam Al_Qur’an  dijelaskan:
Manusia yang demikian belum sempurna kehidupannya karena ia telah mengingkari suatu yang hak dan telah berlaku dhalim dengan menempatkan sesuatu pada tempat yang salah mereka telah menempatkan makhluk hidup atau mati sebagai Ilah mereka (QS. 39:67)
Oleh karena itu manusia harus tahu dan memahami bagaimana hubungan yang seharusnya dibina dengan Allah SWT sebagai Rabbnya dan Ilahnya. Hal penting di dalam membina hubungan itu manusia harus lebih dahulu mengenal betul siapa Allah, bukan mengenal zatNya tetapi mengenali landasan dasarNya (masdarur ulum) ilmu-ilmu Allah.
Dalam Al-Qur’an diterangkan:
Dengan memahami bagaimana luasnya kekuasaan dan ilmu Allah akan timbul rasa kagum dan takut kepada Allah SWT sekaligus menyadari betapa kecil dan hinanya (QS. 35:28, 49:8).
Pemahaman itu akan berlanjut dengan kembalinya hakekat penciptaannya dan mengikuti landasan hidup yang telah digariskan oleh Allah SWT.
Ia menyadari ketergantunganya kepada Allah sekaligus menyadari dan merasakan keindahan iman kepada Allah SWT. Ada tiga hal yang dapat dijelaskan di dalam hubungan antar manusia (mukmin) dan Allah setelah manusia mengenali Allah dengan benar.
Pertama pengenalan tersebut akan membuahkan hubungan yang indah denganNya, hubungan itu akan ditandai dengan adanya rasa mahabah (cinta) yang sangat tinggi terhadap Allah. Bahkan menjalankan rasa cintanya tersebut akan membuatnya selalu optimis dan dinamis di dalam kehidupan sebagai mukmin, yang membuat jiwanya selalu stabil dalam berbagai kondisi.
Di dalam Al-Qur’an Allah mengibaratkan hubungan manusia (mukmin) dan Allah itu adalah seperti hubungan Tijarah (jual beli) yang akan menyelamatkan orang-orang mukmin dari adzab yang pedih. Selain itu Allah juga mengibaratkan amal shaleh seorang mukmin sebagai pinjaman kepada Allah. Dimana pinjaman-pinjaman itu dapat berupa tenaga ataupun harta walaupun hakekatnya semua harta di langit dan bumi adalah milik Allah dan diberikan sementara untuk manusia. Tetapi jika manusia gunakan harta itu untuk menegakkan kalimat Allah, maka Allah akan mengembalikan berlipat ganda tak terbatas.
Ketiga hubungan manusia dengan Allah ditandai kontrak kerja yang menjadi kewajiban manusia adalah amal sholeh, manusia terikat terlibat di dalamnya. Baik amal yang bersifat umum (ibadah) atau yang bersifat khusus (da’wah), amal tersebut lebih darinya sendiri tetapi juga mengajak orang lain untuk beribadah. Jadi tidak dibenarkan seornag mukmin memisahkan diri, tetapi mereka harus saling berhubungan (berjama’ah).
Jika dipahami dari tiga pengertian di atas maka manusia adalah sebagai penjual amal shaleh dan Allah sebagai pembelinya, dua hal milik manusia yang dapat ditawarkan adalah hartanya (amal) dan dirinya. Harta sebagai sarana prasarana dalam mengerjakan amal shaleh sedangkan jiwa sebagai komitmen selanjutnya. Penjualan itu harus berkualitas ihsan (menjual yang terbaik) sehingga akan menimbulkan keridhoan Allah SWT.
Dan untuk memahami Zat Allah dan sifat-sifatNya maka Allah memberikan manusia sebuah akal untuk diisi oleh ilmu pengetahuan sebagai pengukur baik buruk benar salah. Allah juga memberikan manusia nafsu, dan nafsu bisa ke jalan Allah yaitu nafsu Ilahiyah dan di luar jalan Allah syaitoniyah. Nafsu Syaitoniyah disebabkan oleh pengaruh iblis dan ilmu yang mengatur tentang hubungan manusia dengan Allah terwadah dalam agama. Semuanya saling berkaitan dan saya coba sedikit menjelaskannya di lembar selanjutnya.



Manusia Dengan Allah

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah diberikan sebuah anugerah akal yang membedakan manusia dnegan makhluk lainnya. Dengan akal yang tajam manusia dapat menimbang, membedakan baik buruk, salah benar, laba rugi dan seterusnya. Juga dapat mencari jalan dan daya upaya untuk menghindarkan bahaya dan mengatasi kesulitan.
Supaya akal dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat perlu diberi ilmu pengetahuan supaya berfikir lebih tepat dan berdasarkan kenyataan, tidak ngawur. Akal yang berisi ilmu pengetahuan dapat mengetahui bahwa alam ini diciptakan Allah serba teratur, menyebabkan tumbuhnya kepercayaan bahwa Tuhan itu maha kuasa dan maha bijaksana.
Dan Al-Qur’an berulang-ulang kali mendorong perhatian manusia dengan berbagai macam cara supaya manusia mempergunakan akalnya untuk dibuat berfikir sebagaimana yang dijelaskan dalam AlQur’an:
Sesunguhnya tentang ciptaan langit dan bumi, pertukaran siang malam, kapal yang berlayar di lautan dan memberikan manfaat pada manusia air hujan yang diturunkan dari langit menghidupkan bumi yang mati kering, menyebar di situ bangsa, binatang, perkisaran angin dan awan disuruh bekerja diantara langit dan bumi sesunggunya itu menjadi bukti (kekuasaan Tuhan) bagi mereka yang mempergunakan akalnya (Al-Baqarah 2:164)
Ayat di atas menegaskan manusia agar mempergunakan akalnya. Manusia yang tidak menggunakan akalnya akan berfikir ngawur dan pasti tidak di jalan Allah. Kita seharusnya bersyukur kepada Allah yang member kita anugerah akal dan kita harus mempergunakan dengan sebaik mungkin untuk berfikir, supaya mendapat Ridho dari Allah SWT.

REFERENSI

Ø Al-Qur’an dan Al-Hadits
Ø Terjemah Nasoikul Ibad
Ø Filsafat Ilmu
Ø Dialog Jin Muslim
Ø Terjemah Ihya Ulumudin

 
DUNIA ILMU :Jendela Informasi Dunia
Copyright © 2014. DUNIA ILMU - All Rights Reserved