YESUS.DOC
Apakah
Injil di Perjanjian Baru adalah benar-benar sejarah saksi mata Yesus
Kristus, atau mungkinkah cerita itu telah diubah-ubah dalam perjalanan
waktu? Apakah kita hanya bisa menerima catatan Perjanjian Baru hanya
dengan iman, atau apa ada bukti-bukti keandalannya?
Reporter televisi ABC, Peter Jennings, pernah berada di Israel dan
menyiarkan acara khusus mengenai Yesus Kristus. Programnya, “Pencarian
Yesus”, mengeksplorasi pertanyaan apakah Yesus di Perjanjian Baru secara
historis akurat.
Jennings mengemukakan pendapat-pendapat, terhadap Injil, dari
Profesor John Dominic Crossan dari DePaul, tiga rekan Crossan dari
Seminar Yesus, dan dua ahli Kitab Suci lainnya. (Seminar Yesus adalah
kelompok ahli yang memperdebatkan kata-kata dan tindakan Yesus yang
tercatat. Dan menggunakan tinta merah, merah muda, abu-abu atau hitam
untuk mengambil suara yang mengindikasikan sejauh mana kebenaran yang
mereka percayai dari pernyataan di Injil.)[1]
Beberapa komentar mengagetkan. Dalam siaran televisi nasional Dr.
Crossan tidak hanya meragukan lebih dari 80 persen perkataan Yesus tapi
juga menolak klaim Ke-Tuhan-an Yesus, mujizatNya, dan kebangkitanNya.
Dengan jelas Jennings terperangah oleh gambaran Yesus yang diperlihatkan
oleh Crossan.
Mencari sejarah kebenaran Alkitab (Kitab Suci) selalu jadi berita,
itulah kenapa tiap tahun majalah Time dan Newsweek mempunyai berita
utama tentang pencarian Maria, Yesus, Musa, atau Abraham. Atau — siapa
tahu?– mungkin tahun ini akan membahas “Bob: Kisah, yang belum
terungkap, Murid ke 13 yang Hilang”.
Ini hiburan, dan juga investigasi tidak akan pernah atau menghasilkan
jawaban, karena akan melenyapkan program selanjutnya di masa depan.
Ditampilkan, mereka yang pandangannya secara radikal berseberangan
seperti sebuah episode ‘Survivor’, dengan tanpa harapan berputar-putar
pada isu dan tidak memberi kejalasan.
Tapi laporan Jennings berfokus pada isu yang perlu memperoleh
pemikiran serius. Crossan menjelaskan catatan orsinil tentang Yesus
disebarkan dengan tradisi oral dan belum dituliskan sampai setelah para
rasul meninggal. Karena itu, mereka (catatan di Perjanjian Baru) tidak
bisa diandalkan dan gagal memberi gambaran akurat Yesus yang nyata.
Bagaimana kita tahu ini (penjelasan Crossan) benar?
Hilang Dalam Terjemahan?
Jadi, apa yang diperlihatkan bukti-bukti? Kita mulai dengan dua
pertanyaan mudah: Kapan dokumen orsinil Perjanjian Baru ditulis? Dan
siapa penulisnya?
Kedua pertanyaan ini jelas penting. Jika catatan mengenai Yesus
ditulis setelah para saksi mata meninggal, tidak seorangpun yang bisa
memverifikasi akurasinya. Tapi jika Perjanjian Baru ditulis ketika para
rasul masih hidup, maka keontetikannya dipastikan. Petrus bisa
mengatakan terjadi pemalsuan atas namanya,”Hey, saya tidak menulis itu.”
Dan Matius, Markus, Lukas, atau Yohanes bisa merespon atas
pertanyaan-pertanyaan atau tantangan yang ditujukan kepada pernyataan
mereka tentang Yesus.
Penulis-penulis Perjanjian Baru mengklaim sumber penulisan Yesus dari
saksi mata. Rasul Petrus menegaskan ini dalam salah satu
suratnya,”Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol
manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan
kita. Yesus Kristus sebagai raja, tapi kami adalah saksi mata dari
kebesaranNya” (2 Petrus 1:16).
Bagian besar dari Perjanjian Baru adalah 13 surat rasul Paulus kepada
gereja-gereja mula-mula dan individu-individu. Surat-surat Paulus,
bertarik pertengahan tahun 40 dan pertengahan tahun 60-an (12 sampai 33
tahun setelah Kristus), merupakan catatan paling awal dari saksi mata
akan pengajaran dan kehidupan Yesus. Will Durant menuliskan pentingnya
secara historis surat-surat Paulus,”Bukti Kristen terhadap Kristus
dimulai dengan surat-surat yang ditulis oleh Santo Paulus. … Tidak
seorangpun mempertanyakan keberadaan Paulus, atau pertemuan-pertemuannya
dengan Petrus, James, dan Yohanes; dan Paulus mengaku ‘iri’ orang-orang
ini mengenal Kristus dari dekat (ketika masih hidup).[2]
Tapi Apa Benar?
Di banyak buku, majalah, siaran dokumenter televisi, Seminar Yesus
memperkirakan Injil ditulis pada tahun 130 sampai 150 oleh penulis yang
tidak dikenal. Jika tanggal (waktu penulisan) itu benar, maka akan ada
jarak sekitar 100 tahun sejak Kristus meninggal (para ahli menempatkan
kematian Yesus antara tahun 30 dan 33). Dan karena seluruh saksi mata
sudah meninggal, Injil hanya bisa ditulis oleh penulis tak dikenal, yang
berbohong.
Jadi, bukti apa yang kita miliki berkaitan dengan waktu penulisan
Injil tentang Yesus benar-benar ditulis? Konsensus dari kebanyakan ahli
adalah Injil ditulis oleh para rasul pada abad pertama. Mereka merujuk
pada beberapa alasan, yang akan kita bahas di artikel ini. Untuk saat
ini, bagaimanapun, perlu dicatat ada tiga bentuk utama pembuktian, yang
mampu membangun kasus yang kuat untuk mencapai kesimpulan;
- dukumen-dokumen awal dari sekte (kepercayaan) seperti Marcion dan sekolah Valentinus mengutip buku-buku Perjanjian Baru, tema, dan kata-katanya (Lihat “Senyum Mona Lisa”)
- sejumlah penulisan sumber-sumber awal Kristen, seperti Clement dari Roma, Ignatius, dan Polycarp
- penemuan kopi-kopi bagian dari Injil, yang diuji karbon berasal dari tahun 117.[3]
Apakah Injil itu benar?
Arkeolog Alkitab William Albright menyimpulkan, berdasarkan
risetnya bahwa semua buku Perjanjian Baru ditulis ketika sebagian besar
rasul masih hidup. Dia menulis, “Kita sudah bisa menyatakan secara
empati bahwa tidak ada lagi dasar kuat untuk menyatakan penulisan dari
salah satu buku setelah sekitar tahun 80, dua generasi penuh sebelum
tahun 130 sampai 150, yang diberikan oleh kritik lebih radikal terhadap
Perjanjian Baru.”[4] Ditempat lain, Albright menempatkan penulisan seluruh Perjanjian Baru “sangat mungkin disekitar tahun 50 sampai tahun 75.”[5]
Bahkan ahli paling skeptis John AT Robinson menempatkan penulisan
Perjanjian Baru lebih awal dari para ahli yang paling konservatif. Dalam
Redating the New Testament (Mentanggalkan kembali Perjanjian Baru)
Robinson menegaskan sebagian besar Perjanjian Baru ditulis pada tahun 40
sampai tahun 65. Penanggalan ini berarti hanya terpaut tujuh tahun
setelah kematian Yesus.[6] Jika ini benar, setiap kesalahan historis akan langsung diungkapkan oleh para saksi mata dan juga oleh musuh-musuh KeKristenan.
Mari kita lihat jejak petunjuk-petunjuk yang membawa kita dari dokumen orsinil sampai kopi Perjanjian Baru sekarang ini.
Siapa Yang Butuh Kinko?
Tulisan asli para rasul sangat dihormati. Gereja-gereja
mempelajarinya, saling berbagi, dengan hati-hati memelihara dan
menyimpannya seperti harta karun.
Tapi, sayangnya, penyitaan Romawi, berlalunya 200 tahun, dan hukum
kedua thermodinamika mengambil korbannya. Jadi, sekarang, apa ada, yang
kita punyai, tulisan orisinal itu? Tidak ada. Manuskrip asli semuanya
sudah lenyap (kendati tiap minggu pelajar Alkitab, tidak dirgukan,
mendengar Antiques Roadshow berharap mungkin ada yang muncul).
Kendati begitu, Perjanjian Baru tidaklah sendirian mengalami nasib
ini; tidak ada dokumen kuno, dari jaman yang sama, masih eksis sekarang
ini. Sejarahwan tidak kuatir oleh karena ketiadaan manuskrip asli, jika
mereka punya kopi-kopi yang bisa diandalkan untuk diteliti. Tapi apa ada
kopi-kopi kuno Perjanjian Baru yang tersedia, jika ya, apakah kopi itu
sama dengan yang aslinya.
Ketika jumlah gereja bertambah, ratusan kopi secara hati-hati dibuat
dengan pengawasan para pemimpin gereja. Setiap surat dengan hati-hati
dan tepat ditulis dengan tinta diatas perkamen (dibuat dari kulit
domba/sapi) atau papyrus. Dan, sekarang ini, para ahli bisa mempelajari
kopi (dan kopi dari kopi, dan kopi dari kopi — anda paham), yang masih
ada, untuk memutuskan keotentikan dan sampai sangat dekat dengan dokumen
orisinalnya.
Para ahli yang mempelajari literatur kuno telah mengembangkan kritik tekstual untuk meneliti dokumen-dokumen seperti The Odyssey,
membandingkan mereka dengan dokumen kuno lain untuk menilai akurasinya.
Baru-baru ini, sejarahwan militer Charles Sanders menambahkan kritik
tekstual dengan membaginya jadi tiga bagian tes yang tidak hanya melihat
kemurnian kopi tapi juga kredibilitas para penulisnya. Tesnya adalah:
1. Tes bibliografi
2. Tes pembuktian internal
3. Tes pembuktian eksternal.[7]
Mari kita lihat apa yang terjadi saat kita terapkan semua tes itu kepada manuskrip kuno Perjanjian Baru.
Tes Bibliografi
Tes ini membandingkan dokumen dengan sejarah lain dari periode yang sama. Tes menanyakan:
- Berapa banyak kopi dari dokumen orisinal yang masih ada?
- Berapa besar jarak waktu antara tulisan asli dengan kopi, yang paling awal?
- Seberapa baik dokumen ini dibandingkan dengan sejarah kuno lainnya?
Bayangkan jika kita hanya punya dua atau tiga kopi dari manuskrip
asli Pernjanjian Baru. Sample bisa sangat kecil sehingga kita tidak bisa
memverifikasi akurasinya. Disisi lain, jika kita punya ratusan atau
bahkan ribuan, kita bisa dengan mudah mengesampingkan kesalahan karena
dokumen-dokumen, yang ditulis ulang dengan kurang baik.
Jadi, seberapa baik Perjanjian Baru dibandingkan dengan tulisan kuno
lain dipandang dari sisi jumlah kopi dan jarak waktu dari orisinalnya?
Ada lebih dari 5.000 manuskrip Perjanjian Baru eksis hari ini dalam
bahasa aslinya, Yunani. Jika dihitung bersama terjemahannya ke bahasa
lain, jumlahnya meloncat jadi 24.000 — mulai dari abad ke 2 sampai ke 4.
Dibandingkan dengan dokumen kuno terbaik manuskrip sejarah, Illiad, yang ditulis Homer, dengan 643 kopi.[8]
Dan ingat kebanyakan tulisan bersejarah kuno punya manuskrip jauh lebih
sedikit (biasanya kurang dari 10). Ahli Perjanjian Baru Bruce Metzger
menyatakan, “Dengan kontras angka ini (dibandingkan dengan manuskrip
kuno lain), kritik tekstual Perjanjian Baru sangat kaya materialnya.”[9]
Apakah Injil itu benar?
Jarak Waktu
Tidak hanya jumlah manuskrip itu penting, tapi juga jarak waktu
antara ketika naskah asli ditulis dan tanggal kopinya. Sepanjang seribu
tahun kopi ke kopi, tidak bisa diketahui jadi apa sebuah teks itu — tapi
jika sekitar seratus tahun, ini lain ceritanya.
Kritikus Jerman, Ferdinand Christian Baur (1792 – 1860) sekali waktu
pernah menyatakan Injil Yohanes belum ditulis sampai sekitar tahun 160,
sehingga tidak mungkin ditulis langsung oleh Yohanes. Jika ini benar,
tidak hanya mengurangi kredibilitas tulisan Yohanes tapi juga
menimbulkan kecurigaan terahadap seluruh Perjanjian Baru. Tapi kemudian,
ketika ada sebuah tempat penyimpanan naskah Perjanjian Baru dengan
fragmen-fragmen papirus ditemukan di Mesir, diantaranya fragmen dari
Injil Yohanes (berupa Yohanes 18:31-33) dikopi hanya 25 tahun setelah
Yohanes menulis aslinya.
Metzger menjelaskan, “Sama seperti Robinson Crusoe, melihat hanya ada
satu jejak kaki di pasir, mengambil kesimpulan hanya ada manusia lain,
dengan dua kaki, ada dipulau itu bersama-sama dengan dia, jadi P52
(label fragmen itu) membuktikan keberadaan dan penggunaan empat buku
Injil pada paruh pertama abad kedua di kota provinsi disepanjang sungai
Nil sangat jauh dari tempat, yang secara tradisi, ditulisnya (kota
Efesus di Asia Kecil).”[10] Penemuan dan penemuan lagi, arkeologi telah mengangkat sebagian besar Perjanjian Baru yang berjarak 150 tahun dari aslinya.[11]
Banyak dokumen-dokumen kuno lain punya jarak waktu antara 400 sampai
1.400 tahun. Contohnya, Poetics, yang ditulis Aristoteles tahun 343
sebelum masehi, kopi paling kunonya sudah bertarik sesudah masehi. dari
1.100 kopi, hanya ada 5 yang masih eksis. Namun tidak seorangpun mencari
sejarah Plato, yang mengklaim dirinya adalah pemadam kebakaran dan
bukan filsuf.
Pada kenyataannya, ada sebuah kopi seluruh Alkitab, yang hampir
lengkap, disebut Codex Vaticanus, yang ditulis hanya sekitar 250 sampai
300 tahun setelah tulisan asli para rasul. Kopi Perjanjian Baru lengkap,
yang paling kuno, dinamakan Codex Sinaiticus, sekarang disimpan di
Museum Inggris.
Seperti Codex Vaticanus, kopi itu bertarik abad ke empat. Vaticanus
dan Sinaiticus, dari awal sejarah Kristen, sama seperti manuskrip kuno
Alkitab, mereka saling berbeda sedikit dan memberi kita gambaran sangat
bagus mengenai apa yang seharusnya dikatakan oleh dokumen asli.
Bahkan kritikus John AT Robinson mengakui, ”Kekayaan manuskrip dan
diatas semuanya sempitnya jarak waktu antara tulisan asli dengan kopi,
yang banyak, membuatnya terbukti kebenarannya, yang terbaik diantara
semua tulisan kuno di dunia.”[12]
Professor hukum John Warwick Montgomery menyatakan, “Untuk jadi skeptis
atas hasil teks buku-buku Perjanjian Baru sama artinya mempersilakan
seluruh teks klasik kuno jadi tidak jelas, karena tidak ada dokumen pada
jaman kuno yang bibliografinya sebaik Perjanjian Baru.”[13]
Pada pokoknya: jika catatan Perjanjian Baru dibuat dan disirkulasikan
begitu dekat dengan kejadian yang sebenarnya, gambaran mereka terhadap
Yesus akurat. Namun bukti eksternal bukanlah satu-satunya cara untuk
menjawab pertanyaan mengenai keandalan; para ahli juga menggunakan bukti
internal untuk menjawab pertanyaan ini.
Penemuan Codex Sinaiticus
Pada tahun 1844, pakar Jerman, Constantine Tischendorf, sedang
mencari manuskrip Perjanjian Baru. Secara tidak sengaja, dia menemukan
satu ember penuh dengan halama-halaman kuno di sebuah biara, Santo
Cathrerine, di Gunung Sinai. Ilmuwan Jerman ini sangat gembira sekaligus
syok. Dia belum pernah melihat manuskrip Yunani setua itu. Tischendorf
bertanya kepada penjaga perpustakaan mengenai kertas itu dan sangat
terkejut ketika tahu halaman-halaman itu disobek – sobek dan digunakan
sebagai bahan bakar. Dua ember penuh kertas-kertas itu telah dibakar!
Antusiasme Tischendorf membuat biarawan kuatir dan mereka tidak
bersedia memperlihatkan kepadanya manuskrip-manuskrip lainnya. Namun,
mereka mengijinkan Tischendorf mengambil 43 halaman, yang ditemukannya.
Lima belas tahun kemudian, Tischendorf kembali ke biara Sinai, saat
itu dengan banguan dari Tsar Rusia Alexander II. Ketika dia sampai di
sana, seorang biarawan membawa Tischendord ke kamarnya dan menarik
sebuah manuskrip, yang dibungkus kain, tersimpan di rak bersama piring
dan gelas. Tischendord langsung mengenali nilainya yang tinggi, seperti
sebagian manuskrip yang sudah dia lihat sebelumnya.
Biara setuju menghadiahkan manuskrip itu kepada tsar Rusia sebagai
pelindung Gereja Yunani. Pada tahun 1933 Uni Soviet menjual manuskrip
kepada Museum Inggris seharga £100,000.
Codex Sinaiticus adalah salah satu dari manuskrip lengkap paling kuno
dari Perjanjian Baru, yang kita miliki, dan termasuk yang paling
penting. Beberapa orang berspekulasi dia adalah salah satu dari 50
Alkitab, yang Kaisar Konstantin perintahkan kepada Eusebius untuk
disiapkan pada awal abad ke empat. Codex Sinaiticus telah sangat
membantu para ahli memverifikasi akurasi Perjanjian Baru.
Tes Pembuktian Internal
Seperti seorang detektif yang baik, sejarahwan memverfikasi keandalan
dengan mencari petunjuk-petunjuk internal. Petujuk semacam itu
mengungkap motif-motif penulis dan kesediaan mereka untuk mengungkapkan
detil-detil dan hal-hal lain yang bisa diverifikasi. Kunci petunjuk
internal yang digunakan para ahli mentes keandalan adalah:
- Konsistensi laporan saksi mata.
- Detil nama, tempat, dan peristiwa
- Surat-surat kepada individu atau kelompok kecil
- hal-hal yang mempermalukan penulis
- ada material yang tidak relevan atau kontra produktif
- kekurangan material relevan[14]
Mari kita ambil contoh film Friday Night Lights. Disebutkan
film berdasarkan kejadian sebenarnya, tapi seperti kebanyakan film, yang
tidak ketat, mendasarkan diri pada kenyataan sebenarnya, film
terus-menerus memunculkan pertanyaan, “Apa kejadiannya benar-benar
seperti itu?” Jadi bagaimana anda menilai keandalan historisnya?
Satu petunjuk adalah kehadiran material tidak relevan. Katakanlah
pada pertengahan film, sang pelatih, tanpa alasan yang jelas, menerima
telepon mengkonfirmasikan bahwa ibunya terkena kanker otak. Kejadian itu
tidak ada kaitan dengan cerita dan tidak pernah disinggung lagi.
Satu-satunya penjelasan kehadiran fakta tidak relevan ini adalah hal itu
benar-benar terjadi dan sutradara berkeinginan agar secara historis
akurat.
Contoh lain, film yang sama. Mengikuti alur drama, kita ingin Permian
Panthers memenangkan kejuaraan negara bagian. Tapi mereka kalah. Hal
ini terasa kontra produktif dengan drama dan kita langsung tahu hal itu
terjadi, karena dalam kehidupan nyata memang Permian kalah dalam
pertandingan itu. Kehadiran material kontra produktif juga jadi petunjuk
akurasi historis.
Akhirnya, pemakaian kota yang sebenarnya dan tempat-tempat yang
dikenal, seperti Houston Astrodome, membawa kita pada elemen-elemen
sejarah cerita itu, karena hal-hal itu mudah sekali dipalsukan atau
diubah.
Hal-hal ini merupakan contoh bagaimana pembuktian internal bisa
mendekatkan atau menjauhkan sebuah kesimpulan bahwa sebuah dokumen
secara historis bisa diandalkan. Kita akan lihat pembuktian internal
kesejarahan Perjanjian Baru.
Beberapa aspek Perjanjian Baru membantu kita menilai keandalannya berdasarkan isinya dan kualitasnya.
Konsistensi
Dokumen palsu tidak mencatat saksi mata atau tidak konsisten. Jadi
mencari kontradiksi diantara Injil akan membuktikan mereka berisi
kesalahan-kesalahan. Tapi pada saat yang sama, jika Injil menyatakan
hal-hal yang sama, hal itu akan meningkatkan kecurigaan adanya kolusi.
Itu seperti para konspirator mencoba menyepakati setiap detil rancangan
mereka. Terlalu banyak konsistensi sama meragukannya dengan terlalu
sedikit.
Saksi mata sebuah tindak kejahatan atau kecelakaan biasanya
mengetahui kejadian pada garis besarnya, tapi melihatnya dari perspektif
berbeda pada detilnya. Sama dengan itu, keempat Injil menggambarkan
peristiwa kehidupan Yesus dari perspektif berbeda. Kendati begitu dari
semua perspektif, para ahli Alkitab terkagum-kagum pada konsistensi
catatan mereka dan gambaran jelas akan Yesus dan pengajaranNya, ketika
mereka menyatukan semua laporan itu.
Detil
Sejarahwan suka sekali dengan detil-detil sebuah dokumen karena akan
membuatnya mudah diverivikasi keandalannya. Surat-surat Paulus penuh
dengan deti. Dan Injil banyak memuatnya. Contohnya, Injil Lukas dan buku
Kisah Para Rasul ditulis untuk bangsawan bernama Teofilus , yang tidak
diragukan orang terkemuka saat itu.
Jika tulisan ini hanyalah karangan dari para rasul, nama-nama palsu,
tempat-tempat dan peristiwa-peristiwa akan dengan cepat diketahui oleh
para musuh mereka. Hal ini akan jadi kasus ‘Watergate’ abad pertama.
Tapi banyak detil Pernjanjian Baru telah terbukti benar oleh verifikasi
independen. Sejarahwan klasik Colin Hemer, contohnya, “mengidentifikasi
84 fakta di 16 bab Kisah Para Rasul yang sudah dikonfirmasikan oleh
riset arkeologi.”[15]
Pada abad yang lalu, para ahli Alkitab, yang skeptis, menyerang Injil
Lukas, yang ditulis Lukas, dan kapan ditulisnya, dengan menyatakan
kitab itu ditulis pada abad kedua oleh penulis anonim (tidak diketahui).
Arkeolog Sir William Ramsey yakin mereka benar, dan dia mulai
menyelidiki. Setelah riset arkeologi yang luas, dia membalikkan
pendapatnya. Ramsey menyimpulkan,”Lukas adalah sejarahwan nomer satu.
รข€¦ Penulis ini harus ditempatkan bersama sejarahwan paling terkemuka.
Tulisan sejarah Lukas luar biasa dipandang dari sisi kebenarannya (bisa
dipercaya).”[16]
Kisah Para Rasul menceritakan perjalanan pelayanan Paulus, mendaftar
tempat-tempat yand dikunjunginya, orang yang ditemuinya, pesan yang
disampaikannya, dan hukuman yang dideritanya. Bisakah semua rincian ini
dipalsukan? Sejarahwan Romawi, AN Sherwin, menulis, “Untuk Kisah Para
Rasul konfirmasi historisnya melimpah. Tiap usaha untuk membantah dasar
historisnya sekarang akan tampak kabur. Sejarahwan Romawi sudah terlalu
lama meremehkannya.”[17]
Dari catatan Injil sampai surat-surat Paulus, para penulis Perjanjian
Baru secara terbuka menggambarkan detil-detil, bahkan menyebutkan
nama-nama individu yang hidup pada masa itu. Sejarahwan sedikitnya sudah
memverifikasi 30 nama.[18]
Surat-Surat Untuk Kelompok Kecil
Teks,yang paling terlupakan, adalah dokumen yang ditujukan kepada
khalayak umum, seperti artikel majalah ini (tidak diragukan banyak
penjiplakan telah tersirkulasi di pasar gelap). Ahli sejarah Loois
Gottschalk mencatat bahwa surat-surat personal dimaksudkan untuk
pendengar berjumlah kecil (kelompok kecil) mempunya probilitas keandalan
yang tinggi.[19] Pada kategori mana dokumen Perjanjian Baru berada?
Sebagian darinya jelas dimaksudkan untuk disebar-luaskan. Namun ada
bagian besar dari Perjanjian Baru berisi surat-surat pribadi yang
ditulis untuk kelompok kecil pendengar dan individu-individu.
Dokumen-dokumen ini, paling tidak, tidak akan jadi kandidat utama untuk
disalahkan.
Hal-Hal Memalukan
Kebanyakan penulis tidak ingin mempublikasi hal memalukan dirinya
sendiri. Karena itu, sejarahwan mengamati bahwa dokumen-dokumen
mengungkapkan hal-hal yang mempermalukan penulisnya biasanya bisa
dipercaya. Apa yang dikatakan para penulis
Perjanjian Baru tentang diri mereka?
Mengejutkan, para penulis Perjanjian Baru memperlihatkan diri mereka
sebagai terlalu tidak mengerti (bodoh), pengecut, dan tidak beriman.
Contohnya, lihatlah tiga kali penyangkalan Petrus terhadap Yesus atau
para murid bertengkar mengenai siapa diantara mereka yang terbesar —
kedua cerita ini dicatat di Injil. Di gereja mula-mula, penghormatan
terhadap para rasul sangatlah penting, karena itu memasukkan cerita
seperti itu tidak masuk akal kecuali para rasul melaporkannya dengan
kejujuran.[20]
Dalam buku The Story of Civilization, Will Durant menulis
tentang para rasul,”Orang-orang ini bukanlah tipe yang akan dipilih
untuk mengubah dunia Injil secara realistik memperlihatkan karakter
mereka, dan dengan jujur mengekspose kesalahan-kesalahan mereka.”[21]
Material Kontra-Produktif Atau Tidak-Relevan.
Injil menceritakan kepada kita tentang kubur kosong Yesus ditemukan
oleh perempuan, mekipun di Israel (jaman itu) kesaksian perempuan
dipandang tidak bernilai atau berlaku dan tidak bisa diajukan dalam
pengadilan. Ibu Yesus dan keluarganya dicatat pernah mengutarakan
keyakinannya bahwa Dia (Yesus) tidak berpikir dengan benar. Sebagian
kata-kata akhir Yesus di kayu salib adalah, “AllahKu, AllahKu, kenapa
Engkau meninggalkanKu?” Dan daftar terus terisi oleh insiden-insiden,
yang tercatat di Perjanjian Baru, sebagai kontra-produktif jika
dimaksudkan oleh penulisnya sebagai upaya pewarisan akurat kehidupan dan
pengajaran Yesus Kristus.
Kekurangan Material Relevan.
Ironisnya (atau mungkin logis) bahwa hanya sedikit isu penting pada
gereja abad pertama –misi non-Yahudi, anugrerah spiritual, baptis,
kepemimpinan — tercatat dibahas langsung oleh Yesus sendiri. Jika para
pengikutnya hanya ingin mencatat material yang mendorong perptumbuhan
gereja, kenapa mereka tidak “membuat” instruksi-instruksi dari Yesus
mengenai isu-isu itu. Pada satu kasus, Rasul Paulus menyatakan pada
pokok bahasan tertentu, “Dalam hal ini, kita tidak menerima pengajaran
dari Tuhan.”
Tes Pembuktian Eksternal
Bagian ketiga dan ukuran terakhir keandalan dokumen adalah tes
pembuktian eksternal, yang bertanya, “Apakah catatan sejarah diluar
Perjanjian Baru mengkonfirmasikan kebenarannya?” Jadi apa kata ahli
sejarah non-Kristen mengenai Yesus Kristus.
“Secara keseluruhan, sedikitnya 17 tulisan non-Kristen mencatat lebih
dari 50 detil tentang kehidupan, pengajaran, kematian, dan kebangkitan
Yesus, ditambah rincian tentang gereja mula-mula.[22]
Ini luar biasa, mengingat ketiadaan catatan sejarah lain yang kita
miliki pada periode ini. Yesus disinggung oleh lebih banyak sumber
(catatan sejarah) daripada laporan penaklukan (perang) yang dilancarkan
Kaisar (Romawi) pada periode yang sama. Lebih luar biasa lagi karena
konfirmasi-konfirmasi detil Perjanjian Baru bertarik 20 sampai 150 tahun
setelah Kristus, ”cukup cepat dengan standar histografi kuno.”[23]
Keandalan Perjanjian Baru diperkuat secara substantif oleh lebih dari
36.000 dokumen non-alkitab orang Kristen (kutipan-kutipan pernyataan
para pemimpin gereja pada tiga abad pertama) bertarik, yang paling awal,
hanya 10 tahun setelah penulisan buku terakhir Perjanjian Baru.[24]
Jika seluruh kopi Perjanjian Baru hilang, anda bisa memproduksi
seluruhnya kembali dari surat-surat dan dokumen itu, dan hanya
kekurangan beberapa ayat saja.[25]
Profesor (pensiunan) Universitas Boston, Howard Clark Kee,
menyimpulkan, “Hasil penelitian dari sumber-sumber diluar Perjanjian
Baru yang diperoleh …bagi pengetahuan kita telah mengkonfirmasi
eksistensi historis Yesus, kuasa luar biasaNya, pemujaan pengikutNya,
berlanjutnya gerakan setelah Dia meninggal… dan penetrasi KeKristenan ….
di Roma itu sendiri pada akhir abad pertama.”[26]
Jadi tes pembuktian eksternal dibangun dari bukti-bukti yang
diberikan oleh tes-tes lainnya. Meskipun masih tetap ada yang skeptis
secara radikal (yang mengambil kesimpulan dengan informasi yang tidak
lengkap), Perjanjian Baru sudah memotret Yesus Kristus yang nyata dan
tidak terbantahkan. Kendati ada beberapa yang tetap berbeda seperti
Seminar Yesus, konsensus para ahli, apapun keyakinan religiusnya,
mengkonformasikan Perjanjian Baru yang kita baca hari ini dengan tepat
menggambarkan perkataan dan peristiwa kehidupan Yesus.
Clark Pinnock, profesor interpretasi di McMaster Divinity College,
menyimpulkan dengan bagus ketika dia menyatakan, “Tidak ada dokumen dari
dunia kuno yang dikonfirmasikan oleh begitu banyak teks dan testimoni
historis. … (seorang) jujur tidak bisa mengesampingkan sumber-sumber
seperti ini. Skeptisme (tidak percaya) berkaitan dengan kesejarahan
KeKristenan akan berbasiskan irasionalitas.”[27]
Apakah Yesus Benar-Benar Bangkit Dari Kematian?
Pertanyaan terbesar masa kini adalah, “Siapa sebenarnya Yesus
Kristus?” Apakah dia hanya seorang luar biasa, atau dia ALLAH dalam
daging, seperti dipercayai oleh para muridNya Paulus, Johannes, dan yang
lainnya.
Para saksi mata, bagi Yesus Kristus, berbicara dan bertindak
sepertinya mereka percaya Dia bangkit secara fisik dari kematian setelah
penyalibannya. Jika mereka salah maka KeKristenan didirikan diatas
kebohongan. Tapi jika mereka benar, mujizat seperti itu secara
memperkuat semua yang Yesus katakan mengenai ALLAH, diriNya, dan kita.
Tapi apakah kita percaya pada kebangkitan Yesus hanya dengan iman
saja, tapi apakah ada bukti historis yang kuat? Beberapa ahli skeptis
mulai meneliti catatan historis untuk membuktikan bahwa catatan
kebangkitan itu salah. Apa yang mereka temukan?
Klik di sini untuk melihat bukti-bukti untuk klaim yang paling fantastis yang pernah dibuat — kebangkitan Yesus Kristus!