Hampir 6 hari Udin dibawa kabur
makhluk penghuni Kali Akar. Ketika ditemukan, sifat Udin berubah mirip
kera dan menyerang siapa saja yang hendak menangkapnya.
Kali akar merupakan bagian dari
Way Belahu, sungai yang mengalir membelah Kota Teluk betung Bandar
lampung. Penduduk menyebutnya Kali akar karena di sekitar aliran sungai
itu banyak ditumbuhi pohon perdu yang akarnya muncul di permukaan air.
ada juga akar yang menjuntai seperti tali ayunan. akar- akar sebesar
paha orang dewasa itu sangat disenangi anak-anak. Mereka biasa berdiri
di atas akar itu lalu terjun ke sungai.
Sebagian orang mengatakan tempat
itu angker. Memang jarang sekali tempat itu dikunjungi orang. Mereka
datang ke tempat itu hanya pada saat-saat tertentu saja, seperti
menjelang bulan puasa. Biasanya mereka datang untuk mandi keramas.
Praktis, pada hari- hari biasa sungai itu hanya ramai oleh anak- anak
setempat yang berenang.
Sore itu hujan turun lebat
sekali. Tetapi sekelompok anak-anak Kampung Pakuon yang sedang bermain
bola belum juga mau berhenti. Hujan justru membuat mereka tambah
bersemangat bermain sehingga tanpa terasa hari sudah mulai gelap. Usai
bermain bola, mereka lantas berlari menuju Kali akar dan sambil bersorak
mereka pun terjun ke sungai itu. Setelah badannya bersih dari lumpur,
mereka lantas pulang ke rumah masing-masing. Namaun ada yang aneh di
sore itu. Mahyudin yang biasa dipanggil Udin, tidak tampak di antara
mereka. Padahal tadi Udin bermain dan mandi di sungai bersama anak-anak
itu. Ketika rohayah, ibunya Udin bertanya, anak-anak hanya menjawab Udin
masih mandi di sungai. rohayah sedikit lega mendengar jawaban itu
karena sudah menjadi kebiasaan Udin selalu pulang terlambat.
Namaun ketika adzan Magrib
terdengar dan Udin belum juga pulang, rohayah mulai was- was. Kemana
anak itu? Tanya rohayah dalam hati. ia kemudian memanggil Badar, kakak
Udin, yang sedang menonton televisi.
“Badar, coba kamu susul adikmu,” perintah rohayah.
“ Susul kemana, Bu?” kata Badar balik bertanya tanpa melepas pandangannya daripesawat TV.
“Kata temannya tadi dia mandi di
Kali akar.” Dengan agak malas, Badar beranjak dari tempat duduknya.
Kakinya diseret menuju Kali akar yang letaknya tidak terlalu jauh dariu
rumahnya. Tiba di Kali akar, Badar tidak melihat adiknya. Situasi di
sekitar Kali akar sangat sepi. Badar sempat beberapa kali memanggil nama
adiknya. namun tidak ada sahutan. Badar pun mencoba menyusuri aliran
sungai itu sambil
terus memanggil-manggil Udin tetapi tetap saja tidak menemukan adiknya. Badar akhirnya pulang dengan tangan hampa.
“Udin tidak ada di Kali akar,” lapor Badar pada ibunya.
Perasaan rohayah semakin tidak
menentu. Firasatnya mengatakan telah terjadi sesuatu pada anak itu.
“Coba cari ke musola. Siapa tahu dari sungai tadi dia langsung ke musola
untuk mengaji.”
“Bu, ini maslam Jumat. Tidak ada
anak-anak yang mengaji,” sahut Badar. Ustadz ali memang meliburkan
santrinya setiap malam Jumat.
“Kalau begitu coba cari ke rumah
Pakde Miran. Mungkin saja Udin ke sana,” perintah rohayah. Kini
suaranya mulai bergetar karena rasa was-was. Sementara Kardi, suami
rohayah, juga sudah sibuk mencari kemana-mana.
Tanpa banyak Tanya, Badar
langsung berlari ke rumah Pakde Miran. Perasaannya mulai ikut cemas
memikirkan berbagai kemungkinan buruk menimpa adiknya. Benar saja, Udin
tidak ada di rumah Pakde Miran. Badar langsung pulang dan memberitahukan
hal itu pada ibunya.
Sontak keluarga Udin dilanda
kecemasan yang luar biasa. Terlebih usai adzan isya, Udin juga belum
ditemukan. Kabar itu segera menyebar sehingga para tetangga dan teman-
teman Udin ikut mencari anak itu. Mereka menyusuri sungi karena mulai
muncul dugaan Udin hanyut terbawa arus Kali akar. apalagi sore itu hujan
turun sangat deras. Meski Udin bisa berenang, namun belum terlalu mahir
sehingga jika kemungkinan saja terseret arus karena hujan turun sejak
sore sehingga aliran Kali akar mendadak sangat deras.
Namun karena suasana gelap dan
hujan tambah deras, mereka pun menghentikan pencariannya. Dari
kasak-kusuk mulailah muncul dugaan jika Udin telah dibawa oleh
Kalongwewe, makhluk halus yang gemar mencuri anak-anak untuk dijadikan
anaknya. Terlebih Kali akar selama ini sebenarnya juga dikenal angker
karena sudah pernah beberapa kali menelan korban jiwa.
Sepanjang malam rohayah menangis
memikirkan nasib Udin. Esoknya, seluruh warga di Kampung Pakuon ikut
beramai-ramai mencari Udin di sepanjang aliran Kali akar hingga ke
muara. ada juga yang berenang dan menyelami bagian-bagian terdalam di
sungai itu. Bahkan ada yang mencarinya hingga ke sungai Belahu. Tetapi
semua usaha sia-sia saja. Udin tidak juga ditemukan.
“Mungkin Udin sudah tewas dan
mayatnya hanyut hingga ke laut,” ujar salah seorang tetangga dengan nada
berbisik karena tidak ingin melukai perasaan rohayah.
“Mungkin saja. Kali begitu kita cari sampai ke laut,” timpal rekannya.
Mereka pun lantas mencari Udin
ke Teluk lampung dengan dibantu nelayan setempat. Hanya saja hingga sore
hari, sosok Udin belum ditemukan. Para nelayan yang pulang melaut juga
tidak ada yang melihat ada sosok mayat di
Daerah Teluk lampung.
Selain melaporkan kasus
hilangnya Udin ke polisi, Kardi juga menemui Mbah rekso, orang pintar
yang tinggal tidak jauh dari Pakuon. Menurut Mbah rekso, Udin diculik.
Namun Kardi tidak mempercayainya. apa motif penculiknya? Saya tidak
punya musuh. Kalau minta tebusan, juga tidak mungkin karena saya tidak
memiliki harta. Pasti mereka salah sasaran, kata Kardi dalam hati.
Sampai 5 hari kemudian, Udin
belum juga ditemukan. Jika dia sudah meninggal, pasti mayatnya akan
mengambang sehingga dapat ditemukan. Begitu juga kalau diculik, pasti
penculiknya sudah menghubunginya untuk meminta uang tebusan. ataukah
mungkin diculik dan dibawa ke kota lain untuk dijadikan pengemis seperti
banyak diberitakan selama ini? pikir Kardi. Namun dugaannya itu tidak
berani ia ceritakan pada rohayah karena takut istrinya itu akan semakin
sedih. akhirnya, Kardi dan keluarganya hanya bisa pasrah dan memohon
petunjuk pada allah.
Pada hari ke-6, penduduk Talang
atas, tetangga Kampung Pakuon, geger. Sobri, seorang pencari kayu bakar,
menemukan Udin di hutan Sumur Putri. “Tadi saat lewat saya melihat ada
anak kecil duduk telanjang di atas batu besar. Tapi sewaktu saya
samperin, dia malah lari. Sepertinya dia ketakutan.”
Mendengar cerita Sobri, keluarga
Kardi dan warga sekitar langsung menuju hutan Sumur Putri. Mereka
berpencar untuk mencari Udin. Kardi terlihat sangat antusias karena kuat
dugaan bocah kecil yang dilihat Sobri itu benar anak bungsunya.
“Woooiii…. Udin ada di sini,”
teriak, Mamad, salah seorang penduduk yang ikut mencari. Seketika semua
orang merubung ke tempat itu. Tampak Udin duduk seperti tengah melamun
di atas sebuah batu besar. Ketika mengetahui banyak orang telah
mengepung tempat duduknya, Udin berontak meski wajahnya menampakkan
ketakutan yang luiar biasa. Ketika Mamad mencoba meraih tangan Udin,
anak itu spontan balik menyerangnya. Dia berusaha mencakar wajah Mamad
sehingga Mamad lari ketakutan. Beberapa orang mencoba menangkapnya,
namun masih
setelah diruqiah, perlahan
kesadaran Udin pulih. Dia mulai mengenali ibunya. namun belum sempat
Rohayah memeluk anaknya, Udin sudah keburu muntah. Yang mengejutkan,
muntahannya berupa belatung yang sangat banyak.
belum berhasil karena Udin terus
melawan dengan cakarnya. Gerakkannya mirip seekor monyet; lincah dan
mengandalkan cakarnya sebagai senjata. Namun akhirnya Udin berhasil
dilumpuhkan setelah secara serentak sejumlah orang termasuk Kardi,
menangkap kedua tangannya. Udin lantas dibawa pulang.
Smapi di rumah, rohayah hampir
pingsan melihat kondisi anaknya. Keinginan untuk memeluknya, dipendam
karena Udin masih terus berontak sehingga beberapa orang terpaksa
memeganginya. Kardi kemudian memanggil Ustadz ali. Oleh ustadz itu, Udin
diruqiyah agar dirinya terbebas dari makhluk gaib. lagi-lagi Udin
mengerang seperti monyet dan berusaha menyerang Ustadz ali. Namun Udin
tidak berhasil menyerang Ustadz ali karena kedua tangan dan kakinya
masih dipegangi oleh beberap orang.
Setelah diruqiah, perlahan
kesadaran Udin pulih. Dia mulai mengenali ibunya. Namun belum sempat
rohayah memeluk anaknya, Udin sudah keburu muntah. Yang mengejutkan,
muntahannya berupa belatung yang sangat banyak.
“alhamdulillah, kotorannya sudah keluar. itulah yang membuat Udin tidak bisa bicara dan kehilangan kesadaran,” ujar Ustadz ali.
Usai memuntahkan belatung,
kondisi fisik Udin mendadak lemas. Tidak lama kemudian dia tertidur
pulas. Esoknya Udin sudah kembali segar-bugar. Kepada keluarga dan
tetangganya yang masih penasaran apa yang dialaminya selama 6 hari
terakhir, Udin pun bercerita. Menurut Udin, setelah mandi di Kali akar,
ia naik ke tebing. “Tiba-tiba saja kaki saya seperti ada yang menarik.
Saya mencoba melepaskan diri tetapi tidak kuat. Makhluk yang
mencengkeram saya sangat kuat. Ketika saya menoleh ke belakang, saya
terkejut sekali karena yang mendekap saya ternyata seekor monyet yang
sangat besar,” ujar Udin.
Sebenarnya, kata Udin, sewaktu
Badar memanggil-manggil namanya, Udin sempat mendengarnya. Namun dia
tidak bisa menyahut karena mulutnya dibekap oleh monyet raksasa itu.
Setelah berhasil menguasainya, Udin lantas dibawa ke suatu tempat yang
tidak dikenalinya. Di situ sudah banyak sekali monyet, ada yang sangat
besar namun juga ada yang kecil.
“Namun monyet-monyet itu baik
sekali pada saya. Mereka banyak member saya buah- buahan dan juga ikan
segar. Saya juga diberi minuman yang rasanya agak asin dan hangat,”
lanjut Udin.
Namun Udin tidak tahu mengapa
kemudian dirinya ditemukan di hutan Sumur Putri yang jaraknya lumayan
jauh dari Kali akar. Sampai saat ini masyarakat setempat juga masih
bingung apakah monyet itu asli atau monyet jadi-jadian yang merupakan
penunggu Kali akar. rohayah sendiri enggan bertanya lebih jauh kepada
Udin karena dia merasa sudah sangat senang anaknya bisa ditemukan dalam
keadaan selamat.