Sekitar 25 persen dari 239 Wanita Pekerja Seks (WPS) langsung di Kota Sukabumi, Jawa Barat, berasal dari kaum pelajar yang disebabkan oleh keinginan hidup mewah. (Antaranews-Jakarta,2 Desember 2009)
Sebanyak 20 siswi sebuah SMP negeri di Tambora, Jakarta Barat,kerap
mangkal menunggu pria hidung belang di lokasi prostitusi liar. Para
siswi ini nekat terjun ke dunia malam agar memiliki uang dan handphone
model terakhir. (Kompas-Sukabumi, 27 Desember 2008.)
Dua berita di atas terjadi pada tempat dan tahun berbeda. Satu di
ibukota pada 2008, sedangkan satu lagi terjadi 2009 di sebuah kota yang
terletak 115 km sebelah selatan Jakarta. Kedua berita tersebut berbicara
tentang prostitusi kalangan pelajar. Dan kedua motif prostitusi pelajar
tersebut sama yakni munculnya paradigma “gaya hidup mewah/konsumerisme mewah dan seks bebas“.
Paradigma ‘gaya hidup mewah/konsumerimse” ini begitu
cepat merasuki generasi muda terutama kaum pelajar yang berada di
perkotaan, dan tidak tertutup kemungkinan di daerah jauh dari perkotaan
mengingat begitu cepatnya ’sosialisasi’ paradigma ini melalui teknologi
multimedia (TV, majalah, internet). Meskipun Sukabumi berjarak 115 km
dari Jakarta, toh sudah ditemukan pelajar yang bertindak menyimpang.
Bagaimana tidak, tidak hanya seks bebas (Free Sex) yang
menjadi hal biasa bagi sebagian kalangan remaja di perkotaan, namun
transaksi prostitusi sudah terang-terangan terjadi pada anak-anak
dibawah umur (17 tahun).
Berdasarkan hasil survei Komnas Perlindungan Anak bekerja sama dengan
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi pada 2007 diperoleh
pengakuan remaja bahwa :
- Sebanyak 93,7% anak SMP dan SMU pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks.
- Sebanyak 62,7% anak SMP mengaku sudah tidak perawan.
- Sebanyak 21,2% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi.
- Dari 2 juta wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, 1 juta adalah remaja perempuan.
(Nusantaraku, Desember 2008.)
Pelacur*) Kalangan Pelajar, Melacur Karena Gaya Hidup Mewah
Kata PSK atau pekerja seks komersial selama ini dialamatkan bagi
mereka yang melacurkan diri karena faktor ekonomi atau sebagai profesi.
Karena kondisi ekonomi yang tertekan, maka banyak wanita yang melacurkan
diri untuk menghidupi keluarga atau ‘terpaksa’ karena tidak ada
lapangan pekerjaan. Namun dari sekian banyak tipe PSK ini, tidak sedikit
dari mereka yang telah terjebak oleh mafia perdagangan manusia atau
mengalami frustasi luar biasa. Mereka ini menjadi korban ekonomi dan
kejahatan perdagangan manusia.
Bila PSK selama ini diasosiasikan sebagai pekerja demi memenuhi
kebutuhan hidup mendasar, namun beberapa tahun terakhir, menjadi PSK
tidak semata-mata lagi karena faktor ekonomi. Moti para siswi sekolah
yang menjajahkan diri dengan harga beragam dari Rp 150.000 hingga
beberapa juta mulai bergeser. Menurut Korlap Gerakan Narkoba dan AIDS
(GPNA) Kota Sukabumi, Den Huri, menyebutkan bahwa terjadi pergeseran
motif, dari faktor ekonomi menjadi gaya hidup mewah.
“Dulu, penyebab para pelajar menjadi WPS lantaran faktor ekonomi. Namun, saat ini mulai bergeser menjadi gaya hidup mewah
Den Huri, Korlap GNPA Sukabumi (Antaranews)
Den Huri, Korlap GNPA Sukabumi (Antaranews)
Menurut Den Huri, para pelajar yang kurang mampu tergiur dengan
temannya yang memiliki barang mewah, seperti handphone dan lainnya,
sehingga mereka berkeinginan untuk menjadi PSK. Aktivitas PSK para
pelajar dilakukan secara sembunyi-sembunyi dengan menggunakan fasilitas
ponsel. Mereka tidak menjajakan dirinya secara terbuka seperti PSK
lainnya.
Berdasarkan data yang ada, jumlah PSK di Kota Sukabumi mencapai 776,
yang terdiri dari PSK langsung sebanyak 239 orang dan PSK tidak langsung
(sampingan) sebanyak 537 orang. Dari 239 orang PSK langsung tersebut,
25% atau 60 orang PSK tersebut berasal berasal dari kaum pelajar. Para
pelajar ini melacurkan diri lebih disebabkan oleh keinginan hidup mewah.
Melacur Keperawanan, Siswi SMP Tambora dihargai Rp 2 Juta
Pernyataan dan data yang disampaikan Den Huri tersebut tidaklah jauh
dari realitas yang dialami oleh pelajar SMP pada akhir tahun 2008 silam.
Sebanyak 20 siswi SMP Tambora (umumnya kelas 3 SMP) yang sering mangkal
daerah Kalijodo dapat dijaring setelah salah satu siswi tertangkap
basah oleh satpol PP DKI Jakarta bersama pihak-pihak terkait
(SuryaOnline). Setelah melalui penelusuran panjang, para pelajar ini
akhirnya mengakui bahwa mereka masuk ke dunia prostitusi karena “tidak
tahan melihat” gaya hidup mewah dari rekan-rekannya dari orang kaya.
Para siswi ini nekat terjun ke dunia malam hanya karena ingin memiliki
uang, barang-barang mewah termasuk handphone model terakhir.
Hasrat yang tinggi untuk memiliki barang mewah tersebut disambut oleh
para mucikari sebagai ‘gayung bersambut’, menjadikan ini peluang emas
meraup keuntungan. Transaksi seks ABG ini dikoordinasi beberapa mucikari
yang biasa beroperasi di Lokasari, Jakarta Barat. Melalui mucikari
inilah para siswi yang masih di bawah umur itu dipertemukan dengan
pria-pria hidung belang. Dari pengakuan beberapa siswi tersebut
diketahui bahwa petualangan mereka diawali dengan menjual keperawanan
kepada pria hidung belang Rp 2 juta (SuryaOnline). Setelah keperawan
mereka terjual seharga Rp 2 juta, lalu para siswi 15-an tahun ini
meneruskannya menjadi penjaja seks dengan tarif setiap kencan Rp
300.000.
“Sekarang gue lagi jomblo. Sudah dua tahun putus. Sakit juga! Habis
pacaran empat tahun, dan sudah kayak suami-istri. Dulu, tiap kali
ketemu, gejolak seks muncul begitu saja. Terus ML (making love) deh.
Biasanya kita lakuin kegiatan itu di hotel. Kadang di rumah juga, kalau
orang rumah lagi pergi semua. Kalau rumah nggak lagi sepi ya paling cuma
berani ciuman dan raba sana-sini. Buat gue, semua itu biasa. Gue
nglakuinnya karena merasa yakin doi bakal jadi suami gue. Gue nggak
takut dosa. Kan kita sama-sama mau..“
–Pengakuan Neila (nama samara), pelajar kelas sebuah SMA di Jakarta Timur sehabis UAN– (Nusantaraku)