Pengeertian
makna hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting dan berharga, serta
memberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup bila berhasil
ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan demikian
berarti dan berharga (Bastaman, 1996).
Pengertian
makna hidup menunjukan bahwa didalamnya terkandung juga tujuan hidup,
yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Makna hidup ini
benar-benar terdapat dalam kehidupan itu sendiri, walaupun dalam
kenyataannya tidak mudah ditemukan, karena sering tersirat dan
tersembunyi di dalamnya. Bila makna hidup ini berhasil ditemukan dan
dipenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan bermakana dan berharga
yang pada giliranya akan menimbulkan perasaan bahagia. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa kebahagiaan adalah ganjaran atau akibat samping
dari keberhasilan seseorang memenuhi makna hidup.
Menurut
Yalom (dalam Bastaman, 1996 ) pengertian makna hidup sama artinya
dengan tujuan hidup yaitu segala sesuatu yang ingin dicapai dan
dipenuhi.
Tokoh
yang terkenal dan merupakan tokoh pelopor dari perkembangan teori makna
hidup adalah Victor Frankl. Menurut Victor Frankl makna hidup merupakan
proses penemuan suatu hakekat yang sangat berarti bagi individu.
Pencarian makna hidup pada tiap orang berbeda, ini merupakan alasan yang
mendasar dari tiap individu. Makna hidup dapat dicapai dari nilai
kreatif, nilai penghayatan dan nilai bersikap. Nilai kreatif mengilhami
individu untuk menghasilkan, menciptakan dan mencapai sukses di dalam
suatu pekerjaan. Nilai penghayatan mencakup pengalaman positif seperti
cinta dan penghargaan terhadap keindahan. Nilai bersikap membawa
seseorang kepada pilihan bersikap terhadap kondisi negatif yang tidak
dapat dihindari seperti ketidakadilan (Debats, 1993).
Menurut
Frankl makna hidup hanya ada satu di dalam setiap situasi. Individu
akan dipandu oleh suara hati secara intuisi untuk menemukan makna hidup
sebenarnya. Keadaan mendesak secara kuat mempengaruhi dalam mencapai
makna hidup, sebagian besar bergantung pada sikap individu terhadap
keadaan mereka. Jika individu tidak mengejar makna hidupnya dia
mengalami vacuum existential atau meaninglessness. Hal ini sering
diiringi dengan perasaan kebosanan, ketidakpedulian, perasaan tidak
bermakna, kehampaan, kurangnya orientasi bertujuan, sikap apatis, serta
ketidakpuasan terhadap hidup (Debats, 1993).
Dalam teorinya, Victor Frankl menjelaskan tentang tiga aspek dasar mengenai kebermaknaan hidup yaitu:
- Manusia memiliki kebebasan untuk berkehendak (freedom to will)
- Ada kehendak untuk hidup bermakna (will to meaning)
- Menentukan serta menemukan makna hidup (meaning of life)
Kebebasan
berkehendak adalah kebebasan untuk menentukan sikap (freedom to take a
stand) terhadap kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural
serta sejarah hidupnya. Manusia bukan saja mampu mengambil jarak (to
detach) terhadap berbagai kondisi di luar dirinya, melainkan juga
terhadap kondisi di dalam dirinya sendiri (self-detachment). Kemampuan
inilah yang menyebakan manusia disebut “the self determining being” yag
menunjukkan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk menentukan apa yang
dianggap penting dan baik bagi dirinya yang harus diimbangi dengan
tanggung jawab (Bastaman, 1996).
Tokoh
lain yang adalah Maslow, menurut Maslow makna hidup merupakan sesuatu
yang muncul secara intrinsik dari diri manusia sendiri. Manusia harus
memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu untuk memenuhi nilai-nilai
diri dalam hidupnya. Bila kebutuhan-kebutuhan dasar telah terpenuhi,
maka nilai-nilai itu akan menjadi energi motivasional bagi individu
untuk mendedikasikan diri pada usaha memenuhi nilai-nilai tersebut.
Apabila individu memilih melakukan aktivitas-aktivitas yang sesuai
dengan nilai-nilai intrinsik dalam dirinya, maka ia akan mendapatkan
makna hidup yang bernilai positif dan menyehatkan bagi perkembangan
kepribadian.
Makna
hidup menurut Maslow tak lain adalah meta motive, meta-needs atau
growth need, yaitu suatu kebutuhan yang muncul dalam diri manusia untuk
meraih tujuan, melanjutkan kehidupan, dan menjadi individu yang lebih
baik. Manusia harus memenuhi basic needsnya terlebih dahulu, sebelum
berusaha memenuhi growth needs. Manusia yang telah terpenuhi kebutuhan
dasarnya, tapi tidak berhasil memenuhi nilai-nilai dalam dirinya akan
menjadi sakit. Manusia yang berhasil menemukan makna hidupnya akan
merasa dirinya penting dan bermakna (Debats, 1993).
Berdasarkan
pengertian makna hidup menurut Victor Frankl dan Maslow diatas maka
Battista dan Almond (dalam Debats, 1993) menyimpulkan dan menyusun teori
Frankl dan Maslow kedalam suatu pendekatan filosofis dan
mendefinisikan secara operasional makna hidup sebagai positive life
regard. Pendekatan itu berangkat dari pemahaman akan hakekat makna
hidup, dimana pertanyaan dasarnya apakah makna hidup itu merefleksikan
adanya satu makna hidup yang absolut yang berkembang dari komitmen dan
usaha pemenuhan yang secara instrinsik berasal dari sesuatu hal,
misalnya berasal dari Tuhan (pandangan religius), alam (pandangan
naturalisme), kebebasan dan tanggung jawab individu (pendekatan
eksistensial), kapasitas menjadi manusia seutuhnya (pendekatan
humanistik), atau yang lebih spesifik makna hidup berasal dari kemampuan
self- trancendence manusia (pendekatan Frankl), atau berasal dari
growth needs dalam diri manusia (pendekatan Maslow).
Battista
dan Almond juga mengungkapkan pendekatan lain untuk lebih mengerti akan
makna hidup, yaitu pendekatan relativistik. Pada pendekatan ini, dua
pertanyaan dasar dikemukakan untuk mendapatkan pemahaman tentang makna
hidup. Pertama, apakah gambaran pengalaman individual yang memandang
kehidupannya bermakna?, dan kedua, apa sajakah kondisi-kondisi dimana
individu akan mengalami hidupnya sebagai sesuatu yang bermakna?
Pendekatan inilah yang diadopsi oleh Battista dan Almond sebagai
alternatif baru pemahaman makna hidup agar bisa lebih diteliti secara
ilmiah dengan titik fokus pada proses yang dialami oleh individu.
Pendekatan relativistik ini juga menganggap bahwa tidak ada suatu makna
hidup yang sifatnya paling tinggi dan identik bagi semua orang, serta
adanya beragam cara untuk mencapai sense of meaningfull (Debats, 1993).
Terhadap
hasil studi mereka yang pada dasarnya menggunakan studi literatur,
dengan metode metaperspektif terhadap istilah meaningfull life secara
linguistik, filosofis dan psikologis (terutama berdasarkan teori Frankl
dan Maslow). Metode metaperspektif dikembangkan pertama-tama dengan
melakukan analisis fenomenologis terhadap istilah meaningfull life dalam
beragam literatur yang membahas gambaran pemahaman individu terhadap
hidupnya sebagai sesuatu yang bermakna. Mereka menemukan bahwa istilah
tersebut banyak digambarkan sebagai suatu kondisi ketika seseorang
berada dalam sebuah perasaan integration and relatedness, yaitu sebuah
perasaan fullfillment and significance, atau lawan dari kata
meaninglessness yang berarti alienation and nothingness. Dari sini
mereka menyimpulkan bahwa konsep meaningfull life atau hidup bermakna
sebenarnya bergantung pada konsep kehidupan itu sendiri dan sejauh mana
seseorang merasa hidupnya terpenuhi.
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan jika seseorang memiliki
makna hidup, berarti ia memiliki framework (kemampuan yang membantu
individu untuk melihat kerangka acuan dalam suatu perspektif atau tujuan
hidup tertentu) dan fulfillment (semampu apa individu melihat proses
pemenuhan tersebut) setelah individu memiliki makna hidup maka individu
akan berkomitmen terhadap nilai-nilai atau percaya terhadap
keyakinan-keyakinan tersebut, serta memiliki pemahaman tentang hal-hal
tersebut. Pemahaman hidup tersebut menyangkut sebuah kerangka acuan
(framework), sistem, atau hubungan dimana individu mempersepsikan
dirinya, baik dalam prinsip naturalisme, humanisme atau agama-agama
tertentu.
Dapat disimpulkan juga, ketika individu menyatakan bahwa hidupnya itu bermakna, berarti ia:
- Secara positif berkomitmen terhadap suatu konsep makna hidup
- Konsep makna hidup itu memberikannya suatu kerangka acuan atau tujuan untuk memandang kehidupannya.
- Ia mempersepsikan hidupnya berkaitan dengan, atau memenuhi konsep hidup itu.
- Ia menghayati pemenuhan itu sebagai sebuah perasaan integration, relatedness, dan significance.
Poin-poin
di atas menjelaskan secara sistematis gambaran pengalaman individual
yang memandang kehidupannya bermakna. Berdasarkan pendekatan
relativistik, maka pengalaman akan rasa bermakna bisa dicapai oleh
individu yang memiliki nilai, tujuan, dan keyakinan dari model apapun,
mulai dari religius, eksistensial, humanistik, naturalisme, sampai
hedonisme. Hal ini dapat dipahami bukan karena isi dari keyakinannya
yang menjadi titik tekan, tetapi lebih kepada proses meyakini dari
individu sendiri untuk mencapai hidup yang bermakna (Debats, 1993).
Dengan pendekatan ini, maka hidup bermakna didefinisikan secara
operasional sebagai positive life regard yaitu keyakinan seseorang
tentang sejauh mana ia memandang dirinya memenuhi suatu kerangka acuan
atau tujuan hidup.
Atau makna hidup didefinisikan secara operasional sebagai positive life regard yang berarti:
”Individual`s
belief that he is fulfilling a life-framework or life goal that
provides him with a highly valued understanding of his life” (Battista
& Almond, 1973: 410).
Berdasarkan
definisi di atas, maka Battista & Amond disusunlah Life Regard
Index (LRI) yang mengukur keyakinan seseorang tentang sejauh mana ia
memandang dirinya memenuhi suatu kerangka atau tujuan hidup.