Angka kematian akibat aborsi
mencapai sekitar 11 % dari angka kematian ibu hami dan melahirkan
, yang di Indonesia mencapai 390 per 100.000 kelahiran hidup
, sebuah angka yang cukup tinggi bahkan untuk ukuran Asia maupun
dunia.
Tapi ada satu hal yang perlu
di garis bawahi mengenai hal ini.Angka kematian akibat aborsi
itu adalah angka resmi dari pemerintah, sementara aborsi yang
dilakukan remaja karena sebagian besarnya adalah aborsi ilegal.
Praktek aborsi yang dilakukan remaja sebagaimana dilaporkan
oleh sebuah media terbitan tanah air diperkirakan mencapai
5 juta kasus per tahun, sebuah jumlah yang sangat fantastis bahkan untuk ukuran dunia sekalipun.Dan karena ilegal aborsi yang dilakukan remaja ini sangat beresiko berakhir dengan kematian. Pro Live v.s Pro Choise
Peristiwa tersebut menandai
titik ekstrim dari peseteruan kelompok pro live dan pro choise
di Amerika Serikat. Isu aborsi yang terbagi dalam kedua mazhab
besar ini bisa menyebabkan seorang politisi di Amerika Serikat
naik atau terdepak dari kursinya. Perdebatan antara kedua kutub
ini mulai terjadi ketika aborsi dilegalkan di Amerika Serikat
pada tahun 1973.
Pro Live berargumen bahwa
setiap manusia termasuk yang belum lahir memiliki hak untuk
hidup, dan hak seseorang untuk hidup merupakan bagian dari Hak
Asasi Manusia universal, sementara kelompok pro choise beranggapan
bahwa seorang perempuan
berhak menentukan pilihan atas tubuhnya, dan hak menentukan pilihan adalah hak asasi manusia yang harus dilindungi.
Kubu pro choise semakin
menguat bukan saja di Amerika melainkan juga di dunia pada masa
Bill Clinton berkuasa. Kebijakan pemerintah Amerika Serikat
pada waktu itu menguntungkan kubu pro choise diantaranya pengucuran
dana pemerintah kepada klinik-klinik aborsi (yang kemudian dihentikan
pada masa George W Bush berkuasa).
Selain itu di dunia internasional pemerintah Amerika Serikat berhasil mensponsori dan mempengaruhi banyak negara di dunia untuk mendukung kebijakan yang condong ke kutub pro choise dalam konvensi-konvensi badan dunia PBB dalam hal kependudukan, keluarga dan perempuan. Kebijakan Aborsi di Indonesia
Di Indonesia aborsi dianggap
ilegal kecuali atas alasan medis untuk menyelamatkan nyawa sang
ibu. Oleh karena itulah praktek aborsi dapat dikenai pidana
oleh negara. Fatwa lembaga keagamaan pun rata-rata mendukung
kebijakan pemerintah tersebut , misalnya fatwa Majlis Tarjih
Muhammadiyah tahun 1989 tentang aborsi yang menyatakan bahwa
aborsi dengan alasan medik diperbolehkan dan aborsi dengan alasan
non medik diharamkan.
Akan tetapi bisakah Indonesia
digolongkan dalam kubu pro live. Jawabnya bisa ya bisa tidak.
Walaupun kebijakan pemerintah Indonesia dengan melarang parktek
aborsi condong ke kubu pro live akan tetapi kebijakan lainnya
justru mendorong terjadinya
praktek aborsi. Diantaranya larangan bagi siswa/i yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan menengah untuk menikah. Kebijakan inilah yang mendorong terjadinya praktek aborsi, siswi yang hamil akan dikeluarkan dari sekolah dan dilarang untuk melanjutkan studynya, selain oleh karena tekanan orang tua, masyarakat dan lingku-ngan. Karena itulah aborsi menjadi pilihan terbaik dari yang terburuk yang bisa diambil oleh seorang remaja yang hamil di luar nikah. Penutup dan Analisa menghakimi mereka saja.
Kesalahan mereka tidak bisa
dilepaskan dari kesalahan kita juga, baik sebagai orang tua,
pendidik maupun komponen masyarakat lainnya. Oleh karena itulah
perlu dicarikan sebuah solusi yang tepat dalam menangani masalah
ini.
Indonesia memang bukan seperti
negara maju, dimana mereka sudah berpengalaman dalam menangani
masalah-masalah seperti ini dengan melibatkan semua pihak, baik
orang tua, para guru, teman-temannya di sekolah bahkan juga
pemerintah. Sementara Indonesia yang merupakan negara yang bertransisi
dari masyarakat tradisonalis ke masyarakat modern bahkan pra
modern tidak memiliki kesiapan dalam menghadapi
persoalan ini. Sehingga aksi-aksi yang dilakukan pun lebih banyak merupakan aksi panik seperti halnya mengeluarkan siswi hamil tersebut.
Resiko meningkatnya perilaku
seks pra nikah dan seks bebas tidak dapat dihindari akibat perkembangan
budaya modern dan meningkatnya usia pasangan nikah. Tapi sangat
disayangkan apabila pemerintah dan juga kalangan pendidik dan
komponen masyarakat tidak memiliki sebuah konsep yang terarah
dan jelas untuk menghadap fenomena sosial ini. Peningkatan usia
nikah harusnya juga diikuti dengan pembekalan mengenai sex pada
kalangan remaja sehingga mereka bisa mengendalikan diri dan
menjauhi perilaku sex beresiko tersebut. Akan tetapi budaya
sex tabu menempatkan kalangan remaja seperti anak kecil yang
dipandang dan dianggap tidak perlu tau masalah sex.
Selain itu perlu ada
jaminan, bila memang pemerintah mengambil kebijakan pro live
seharusnya diikuti kebijakan-kebijakan lain yang sifatnya melindungi
hak kalangan remaja bila mereka mengalami kehamilan di luar
nikah , diantaranya hak untuk meneruskan pendidikan, hak untuk
mendapatkan fasilitas perawatan medis dan psikis yang memadai
serta jaminan perawatan terhadap bayi yang akan dilahirkannya.
Apabila jaminan-jaminan seperti ini tidak mampu disediakan oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat maupun komponen masyarakat lainnya termasuk orang tua dan pendidik, maka kebijakan pelarangan aborsi menjadi kontra produktif bagi remaja, dan pencegahan praktek aborsi ilegal oleh remaja menjadi sia-sia. |