KATA
PENGANTAR
Puji
syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia
Nya, saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.Tidak lupa
saya ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan serta memberiakan petunjuk dalam menyelesaikan makalah ini.
saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga
dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
Amin...
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................
Latar
Belakang...........................................................
Permasalah................................................................
Tujuan........................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................
B.
Teori-teori Belaja ..................................................................................
2.1 Pengertian Teknologi
Komunikasi............................................
2.2Dampak Positif Kemajuan
Teknologi Komunikasi ..................
2.3 Negatif Kemajuan
Teknologi Komunikasi.................................
2.4 Tindakan yang Dilakukan
untuk Menghindari Penyalahgunaan Teknologi
Komunikasi......................................................................................
BAB III PENUTUP ..........................................................................................
3.1
Kesimpulan.................................................................................
3.2
Saran-saran..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. 2 LATAR BELAKANG
Tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan tercermin dari kondisi lingkungan disekitar yang telah mengalami kerusakan alam dan pencemaran lingkungan. Untuk lebih meningkatkan rasa kesadaran, tanggung jawab serta kepedulian terhadap lingkungan, perlu ditanamkan pendidikan lingkungan sejak dini, yaitu melalui pendidikan berbudaya lingkungan di Sekolah Dasar. Gagasan pemerintah untuk menerapkan Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai muatan lokal ditingkat SD hingga SMA merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan. Di Kodya Bandung beberapa sekolah dasar telah melaksanakan pembelajaran lingkungan. Tetapi belum diketahui sejauh mana pembelajaran ini berlangsung di sekolah dasar. Mengingat di sekolah dasar belum ada guru IPA yang khusus menguasai bidang lingkungan.
Oleh sebab itu telah dilakukan penelitian deskriptif yang terdiri dari 2 tahap yaitu analisa kurikulum dan, observasi lapangan untuk memperoleh data yang meliputi model pembelajaran, media pembelajaran, kendala pelaksanaan pembelajaran lingkungan hidup, dan fasilitas sekolah yang menunjang pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran lingkungan hidup belum terlaksana secara maksimal karena beberapa permasakahan yang dialami oleh para guru sekolah dasar. Agar pembelajaran lingkungan hidup dapat terlaksana secara maksimal, maka sebagai tindak lanjut dilakukan kegiatan sosialisasi dan lokakarya terhadap guru-guru sekolah dasar dalam meningkatkan proses pembelajaran lingkungan hidup serta pemberdayaan sumber daya manusia.
Sebagian siswa SLTP dan SMU yang menggemari petualangan melakukan kegiatan pendakian di berbagai gunung, kemudian menorehkan identitas mereka di pohon-pohon dengan menggunakan pisau, menyemprotkan cat (pilox) di bebatuan dan gua-gua; kemudian membawa pulang beberapa tangkai edelwise sebagai persembangan kepada teman-teman "dekat". Sebagian lagi memodifikasi knalpot sepeda motor yang dikendarai sehingga terdengar raungan yang memekakkan telinga dan mengepulkan asap yang memedihkan mata.
Berbagai perilaku siswa yang mengarah pada perusakan lingkungan semestinya dapat dikendalikan karena mereka telah memperoleh materi lingkungan, yang terintegrasikan ke dalam berbagai bidang studi. Di jenjang sekolah dasar, materi lingkungan terintegrasikan ke dalam mata pelajaran IPA dan IPS; demikian juga di jenjang SLTP, materi lingkungan terintegrasi ke dalam mata pelajaran IPA-Biologi, IPA-Fisika, IPA-Geografl, dan IPS-Ekonomi; sedangkan di jenjang SMU, materi lingkungan terintegrasi ke dalam mata pelajaran Biologi dan Sosiologi.
Secara hakikat, hasil sebuah pembelajaran adalah adanya perubahan perilaku. Berbagai fakta menunjukkan, berbagai perilaku siswa yang mengarah pada perusakan lingkungan masih mudah ditemukan. Dengan kata lain, kesadaran lingkungan siswa masih perlu ditingkatkan.
Tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan tercermin dari kondisi lingkungan disekitar yang telah mengalami kerusakan alam dan pencemaran lingkungan. Untuk lebih meningkatkan rasa kesadaran, tanggung jawab serta kepedulian terhadap lingkungan, perlu ditanamkan pendidikan lingkungan sejak dini, yaitu melalui pendidikan berbudaya lingkungan di Sekolah Dasar. Gagasan pemerintah untuk menerapkan Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai muatan lokal ditingkat SD hingga SMA merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan. Di Kodya Bandung beberapa sekolah dasar telah melaksanakan pembelajaran lingkungan. Tetapi belum diketahui sejauh mana pembelajaran ini berlangsung di sekolah dasar. Mengingat di sekolah dasar belum ada guru IPA yang khusus menguasai bidang lingkungan.
Oleh sebab itu telah dilakukan penelitian deskriptif yang terdiri dari 2 tahap yaitu analisa kurikulum dan, observasi lapangan untuk memperoleh data yang meliputi model pembelajaran, media pembelajaran, kendala pelaksanaan pembelajaran lingkungan hidup, dan fasilitas sekolah yang menunjang pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran lingkungan hidup belum terlaksana secara maksimal karena beberapa permasakahan yang dialami oleh para guru sekolah dasar. Agar pembelajaran lingkungan hidup dapat terlaksana secara maksimal, maka sebagai tindak lanjut dilakukan kegiatan sosialisasi dan lokakarya terhadap guru-guru sekolah dasar dalam meningkatkan proses pembelajaran lingkungan hidup serta pemberdayaan sumber daya manusia.
Sebagian siswa SLTP dan SMU yang menggemari petualangan melakukan kegiatan pendakian di berbagai gunung, kemudian menorehkan identitas mereka di pohon-pohon dengan menggunakan pisau, menyemprotkan cat (pilox) di bebatuan dan gua-gua; kemudian membawa pulang beberapa tangkai edelwise sebagai persembangan kepada teman-teman "dekat". Sebagian lagi memodifikasi knalpot sepeda motor yang dikendarai sehingga terdengar raungan yang memekakkan telinga dan mengepulkan asap yang memedihkan mata.
Berbagai perilaku siswa yang mengarah pada perusakan lingkungan semestinya dapat dikendalikan karena mereka telah memperoleh materi lingkungan, yang terintegrasikan ke dalam berbagai bidang studi. Di jenjang sekolah dasar, materi lingkungan terintegrasikan ke dalam mata pelajaran IPA dan IPS; demikian juga di jenjang SLTP, materi lingkungan terintegrasi ke dalam mata pelajaran IPA-Biologi, IPA-Fisika, IPA-Geografl, dan IPS-Ekonomi; sedangkan di jenjang SMU, materi lingkungan terintegrasi ke dalam mata pelajaran Biologi dan Sosiologi.
Secara hakikat, hasil sebuah pembelajaran adalah adanya perubahan perilaku. Berbagai fakta menunjukkan, berbagai perilaku siswa yang mengarah pada perusakan lingkungan masih mudah ditemukan. Dengan kata lain, kesadaran lingkungan siswa masih perlu ditingkatkan.
1. 2 PERMASALAHAN
Persoalan mendesak adalah
bagaimana meningkatkan kesadaran siswa terhadap lingkungan. Sehingga
memunculkan pertanyaan perlukah pembelajaran dengan memanfaatkan
lingkungan sekolah sebagai media dalam upaya peningkatan hasil belajar
siswa?
1. 3 TUJUAN
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi siswa untuk memanfaatkan lingkungan sebagai
media pembelajaran yang menyenangkan dengan menggunakan siswa sebagai
subjek yang mampu mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan
kemampuannya. Selain itu bagi penulis sendiri bisa mengetahui tingkat
keberhasilan dari pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah sebagai media
pembelajaran sehingga memudahkan peneliti dalam penyapaian materi
terutama pada materi ekosistem.
Sedangkan bagi guru dapat meningkatkan kecakapan dalam menentukan media pembelajaran yang sesuai dengan materi, situasi dan kondisi lingkungan sekolah. Selain itu mendekatkan anak dengan lingkungan sekitar sekolah, sehingga dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan dan pada akhirnya dapat menumbuhkan kesadaran akan kebesaran dan Maha Sempurnanya Allah sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta.
Sedangkan bagi guru dapat meningkatkan kecakapan dalam menentukan media pembelajaran yang sesuai dengan materi, situasi dan kondisi lingkungan sekolah. Selain itu mendekatkan anak dengan lingkungan sekitar sekolah, sehingga dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan dan pada akhirnya dapat menumbuhkan kesadaran akan kebesaran dan Maha Sempurnanya Allah sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam
pengertian yang luas belajar adalah proses perubahan seseorang dari yang
tidak tahu menjadi tahu. Misalnya seseorang yang tidak tahu akan adanya
konsep tentang ekosistem maka dengan belajar akan menjadi tahu dan
paham apa yang dimaksud dengan konsep ekosistem. Menurut Oemar Hamalik
(2004: 194). Belajar pada hakikatnya adalah suatu interaksi antara
individu dan lingkungan. Menurut Slameto (2003:2) bahwa “Belajar ialah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Proses
belajar yang disertai dengan pembelajaran akan lebih efektif dan
terarah, dari pada belajar dari pengalaman dalam kehidupan sosial. Agar
pembelajaran lebih terarah proses pembelajaran terdiri dari beberapa
komponen diantaranya yang satu sama lain saling berinteraksi, komponen
tersebut adalah tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode, model
dan strategi pembelajaran, media dan evaluasi, semuanya ini merupakan
satu komponen agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kodisi yang dengan sengaja diciptakan oleh guru guna membelajarkan anak didiknya, dimana guru sebagai pengajar dan siswa sebagai anak didik. Kesatuan atau perpaduan kedua unsur ini maka lahirlah interaksi yang edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai mediumnya. Pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Surya (2004: 7) “pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh sesuatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
B. Teori-teori Belajar
Menurut Sukmadinata (2004 : 167) Teori- teori belajar bersumber dari teori atau aliran – aliran psikologi. Secara garis besar dikenal ada tiga rumpun besar psikologi yaitu : teori disiplin mental, behaviorisme, dan kognitif- gestalt - field.
1. Teori disiplin mental
Menurut rumpun psikologi ini individu memiliki kekuatan kemampuan, atau potensi-potensi tertentu. Belajar adalah pengembangan dari kekuatan-kekuatan kemampuan dan potensi-potensi tersebut. Bagaimana proses pengembangan kekuatan-kekuatan tersebut tiap aliran atau teori mengemukakan pandangan yang berbeda.
Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kodisi yang dengan sengaja diciptakan oleh guru guna membelajarkan anak didiknya, dimana guru sebagai pengajar dan siswa sebagai anak didik. Kesatuan atau perpaduan kedua unsur ini maka lahirlah interaksi yang edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai mediumnya. Pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Surya (2004: 7) “pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh sesuatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
B. Teori-teori Belajar
Menurut Sukmadinata (2004 : 167) Teori- teori belajar bersumber dari teori atau aliran – aliran psikologi. Secara garis besar dikenal ada tiga rumpun besar psikologi yaitu : teori disiplin mental, behaviorisme, dan kognitif- gestalt - field.
1. Teori disiplin mental
Menurut rumpun psikologi ini individu memiliki kekuatan kemampuan, atau potensi-potensi tertentu. Belajar adalah pengembangan dari kekuatan-kekuatan kemampuan dan potensi-potensi tersebut. Bagaimana proses pengembangan kekuatan-kekuatan tersebut tiap aliran atau teori mengemukakan pandangan yang berbeda.
2. Teori behaviorisme
Rumpun teori ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati. Teori- teori dalam rumpun ini bersifat molekular, karena memandang kehidupan individu terdiri atas unsur- unsur seperti halnya molekul- molekul.
3. Teori cognitif- gestalt- field
Rumpun ketiga adalah kognitif-gestalt–field. Kalau rumpun behaviorisme bersifat molekular (menekankan unsur- unsur), maka rumpun ini bersifat molar atau bersifat keseluruhan dan keterpaduan. Teori kognitif, dikembangkan oleh para ahli psikologi kognitif, teori ini berbeda dengan behaviorisme, bahwa yang utama pada kehidupan manusia adalah mengetahui (knowing) dan bukan respons.
Namun untuk memulai semua itu perlulah kita ketahui terlebih dahulu bagaimana prinsip pengelolaan sistem, dimana terdapat perbedaan pendekatan paradigma top-down dan paradigma bottom-up dalam berbagai lapisan. Diantaranya pada sistem pendidikan pendekatan paradigma top-down berupa menentukan ketentuan untuk membudayakan peserta didik sedangkan paradigma bottom-up menjamin aturan pokok dan tersedianya sumber daya.
Pada sistem pengelolaan menurut paradigma top-down harus mampu menunjukkan petunjuk operasional sedangkan paradigma bottom-up hanya menyediakan informasi yang ada dan mengatur sumber daya yang diperlukan tanpa perlu menunjukan petunjuk operasionalnya. Pada paradigma top-down sistem belajar pembelajaran harus mampu melaksanakan petunjuk dan mengawasi agar segala sesuatunya sesuai dengan petunjuk yang ada. Namun menurut paradigma bottom-up sistem belajar pembelajaran harus bisa merancang terlebih dahulu pedoman yang akan dilaksanakan dan mengelola sumber belajar agar dapat menarik minat siswa sehingga pengalaman belajar siswa yaitu mampu memecahkan masalah belajar. Berbeda dengan paradigma top-down dimana pengalaman belajar siswa hanya merespon pelajaran.
Setelah memahami mengenai paradigma top-down dan bottom-up maka seorang guru dalam menggunakan media pendidikan yang efektif, harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan/ pengajaran. Pengetahuan tersebut menurut Oemar Hamalik (1985: 16), dalam Asnawir & Usman (2002: 18):
1. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar,Rumpun teori ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati. Teori- teori dalam rumpun ini bersifat molekular, karena memandang kehidupan individu terdiri atas unsur- unsur seperti halnya molekul- molekul.
3. Teori cognitif- gestalt- field
Rumpun ketiga adalah kognitif-gestalt–field. Kalau rumpun behaviorisme bersifat molekular (menekankan unsur- unsur), maka rumpun ini bersifat molar atau bersifat keseluruhan dan keterpaduan. Teori kognitif, dikembangkan oleh para ahli psikologi kognitif, teori ini berbeda dengan behaviorisme, bahwa yang utama pada kehidupan manusia adalah mengetahui (knowing) dan bukan respons.
Namun untuk memulai semua itu perlulah kita ketahui terlebih dahulu bagaimana prinsip pengelolaan sistem, dimana terdapat perbedaan pendekatan paradigma top-down dan paradigma bottom-up dalam berbagai lapisan. Diantaranya pada sistem pendidikan pendekatan paradigma top-down berupa menentukan ketentuan untuk membudayakan peserta didik sedangkan paradigma bottom-up menjamin aturan pokok dan tersedianya sumber daya.
Pada sistem pengelolaan menurut paradigma top-down harus mampu menunjukkan petunjuk operasional sedangkan paradigma bottom-up hanya menyediakan informasi yang ada dan mengatur sumber daya yang diperlukan tanpa perlu menunjukan petunjuk operasionalnya. Pada paradigma top-down sistem belajar pembelajaran harus mampu melaksanakan petunjuk dan mengawasi agar segala sesuatunya sesuai dengan petunjuk yang ada. Namun menurut paradigma bottom-up sistem belajar pembelajaran harus bisa merancang terlebih dahulu pedoman yang akan dilaksanakan dan mengelola sumber belajar agar dapat menarik minat siswa sehingga pengalaman belajar siswa yaitu mampu memecahkan masalah belajar. Berbeda dengan paradigma top-down dimana pengalaman belajar siswa hanya merespon pelajaran.
Setelah memahami mengenai paradigma top-down dan bottom-up maka seorang guru dalam menggunakan media pendidikan yang efektif, harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan/ pengajaran. Pengetahuan tersebut menurut Oemar Hamalik (1985: 16), dalam Asnawir & Usman (2002: 18):
2. Media berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
3. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar,
4. Hubungan antara metode mengajar dengan metode pendidikan,
5. Nilai dan manfaat media pendidikan,
6. Memilih dan menggunakan media pendidikan,
7. Mengetahui berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan,
8. Mengetahui penggunaan media pendidikan dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan,
9 Melakukan usaha-usaha inovasi dalam media pendidikan. Karena itu media pendidikan sangat penting sekali untuk menungjang pencapaian tujuan dari pendidikian itu sendiri.
Lingkungan adalah sesuatu gejala alam yang ada disekitar kita, dimana terdapat interaksi antara faktor biotik (hidup) dan faktor abiotik (tak hidup). Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam proses interaksi itu dapat terjadi perubahan pada diri individu berupa perubahan tingkah laku.Oemar Hamalik (2004 : 194) dalam teorinya “Kembali ke Alam” menunjukan betapa pentingnya pengaruh alam terhadap perkembangan peserta didik. Menurut Oemar Hamalik (2004: 195) Lingkungan (environment) sebagai dasar pengajaran adalah faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting. Lingkungan yang berada disekitar kita dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Lingkungan meliputi: Masyarakat disekeliling sekolah; Lingkungan fisik disekitar sekolah, Bahan-bahan yang tersisa atau tidak dipakai dan bahan-bahan bekas dan bila diolah dapat dimanfaatkan sebagai sumber atau alat bantu dalam belajar; dan Peristiwa alam dan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
Jadi media pembelajaran lingkungan adalah pemahaman terhadap gejala atau tingkah laku tertentu dari objek atau pengamatan ilimiah terhadap sesuatu yang ada di sekitar sebagai bahan pengajaran siswa sebelum dan sesudah menerima materi dari sekolah dengan membawa pengalaman dan penemuan dengan apa yang mereka temui di lingkungan mereka. Dengan adanya pemanfaatan lingkungan sebagai media pembelajaran ini guru berharap siswa akan lebih akrab dengan lingkungan sehingga menumbuhkan rasa cinta akan lingkungan sekitarnya. Langkah awal yang dapat dilakukan (Asnawir & Usman, 2002: 109):
1. Menanami halaman sekolah dengan tumbuh-tumbuhan dan bunga-bunga;
2. Membawa tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan kedalam kelas;
3. Mengusahakan mengoleksi rumput-rumputan dan daun-daunan (herbarium), serangga (insektarium), ikan dan binatang air (aquarium);
4. Menggunakan batu-batuan dan kerang-kerangan, semua ini dapat dijadikan sebagai sumber pelajaran.
Pemanfaatan lingkungan sebagai media pembelajaran ini lebih bermakna disebabkan para siswa dihadapkan langsung dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya secara alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, dan kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan. Banyak keuntungan yang diperoleh dari kegiatan mempelajari lingkungan dalam proses belajar mengajar ( Sudjana & Rivai, 2002: 208):
1. Kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan siswa duduk di kelas berjam-jam, sehingga motivasi belajar siswa akan lebih tinggi,
2. Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan langsung dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami,
3. Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih faktual sehingga kebenarannya lebih akurat,
4. Kegiatan belajar lebih komprehensif dan lebih aktif sebab dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengamati, bertanya atau wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji fakta,
5. Sumber belajar menjadi lebih kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari bisa beraneka ragam seperti lingkungan social, lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lain-lain, dan Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada dilingkungannya, sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan kehidupan di sekitarnya, serta dapat memupuk rasa cinta akan lingkungan.
Selain itu untuk memanfaatkan lingkungan sekitar harus memenuhi beberapa syarat tertentu diantaranya :
1. Harus sesuai dengan garis-garis besar program pengajaran,
2. Dapat menarik perhatian siswa,
3. Hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat,
4. Dapat mengembangkan keterampilan anak berinteraksi dengan lingkungan,
5. Berhubungan erat dengan lingkungan siswa, dan
6. Dapat mengembangkan pengalaman dan pengetahuan siswa.
Pada dasarnya pelaporan kegiatan hasil belajar merupakan kegiatan mengkomunikasikan dan menjelaskan hasil penilaian seorang guru terhadap perkembangan siswa. Kemudian informasi mengenai hasil penilaian proses dan hasil belajar serta hasil mengajar yaitu berupa penguasaan indikator yang telah ditetapkan, oleh peserta didik informasi hasil penilaian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memotivasi peserta didik dalam pencapaian pembelajaran, agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Bentuk laporan hasil penilaian proses dan hasil belajar meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor Haryati (2007 :115)
Menurut Sudjana (2002 : 45) dalam proses belajar-mengajar, tipe hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai siswa penting diketahui oleh guru, agar guru dapat merancang atau mendesain pengajaran secara tepat dan penuh arti. Setiap proses belajar-mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa, disamping diukur dari segi prosesnya. Artinya, seberapa jauh tipe hasil belajar yang dimiliki siswa. Tipe hasil belajar harus nampak dalam tujuan itulah yang akan dicapai oleh proses belajar-mengajar. Menurut Sudjana (2002 : 39) hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik, dan psikis.
BAB III
KESIMPULAN
Lingkungan merupakan salah satu tempat atau wahana untuk digunakan sebagai media pembelajaran dalam proses belajar mengajar, karena dapat menumbuhkan minat dan merangsang mereka untuk berbuat dan membuktikannya. Hal ini sangat baik dan cocok dilakukan dalam mata pelajaran biologi, karena pemahaman para siswa tentang biologi adalah ilmu hafalan dan tidak bermanfaat bagi kehidupan dan juga akibat dari pengalaman belajar yang bersifat verbalistis dan tidak pernah diajak belajar keluar kelas sedangkan dalam ilmu biologi harus sesuai dengan apa yang ada dalam alam ini karena, biologi didalam Sekolah Menengah Atas merupakan Mata pelajaran sains dimana siswanya dituntut untuk dapat memahami konsep biologi dan mengembangkan daya nalar untuk memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari.
Agar penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar berhasil dengan baik, perlu dilakukan langkah-langkah: perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Dalam langkah- langkah tersebut, guru dan siswa terlibat aktif sehingga kegiatan pemanfaatan lingkungan tersebut menjadi tanggung jawab bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Asnawir dan Usman. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Press
http://begawanafif.blogspot.com/ Diakses pada tanggal 24 Januari 2010.
M. Subana. dan Sudrajat.2005. Dasar-dasar penelitian ilmiah. Bandung: Pustaka Setia
Mimin Haryati. 2007. Model dan Teknik Penilaian Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.
Mohamad Surya. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Oemar Hamalik. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soemantri dan Muhidin. 2006. Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Bandung : CV Pustaka Setia.
Sudjana dan Rivai. 2002. Media Pengajaran. Bandung: sinar Baru Algensindo
Sudjana. 2002. Dasar- Dasar Proses Belajar Mangajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sugiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : ALFABETA
Sukmadinata, NS. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
Surapranata Sumarna. 2004. Analisis, Validitas, Reabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Rosda Karya.
Wahidin. 2006. Metode Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Sangga Buana.