SELAIN bentuk kawasan konservasi yang sifatnya lebih tertutup seperti cagar alam dan suaka margasatwa, dikenal bentuk lain yang lebih terbuka yaitu taman nasional (pada wilayah penyangga), taman wisata alam, dan taman buru – terakhir kemudian diperkenalkan model taman hutan raya.
Taman buru (game park) adalah sebentuk kawasan konservasi yang dipersiapkan selain untuk tujuan pelestarian, juga untuk mengakomodir kebutuhan perburuan satwa. Dengan demikian, kawasan taman buru memang dibangun untuk keperluan perburuan satwa yang sudah ditentukan jenisnya, dan disertai persyaratan-persyaratannya.
Untuk kepentingan perburuan di dalam taman buru, persyaratan yang diperlukan biasanya berkisar pada: (1) kondisi jumlah individu satwa buru dalam populasi; (2) musim berkembangbiak; (3) batas umur satwa yang boleh diburu; (4) lamanya perburuan dan wilayah jelajahnya; (5) jumlah maksimum individu yang boleh diburu; dan (6) jenis peralatan perburuan yang digunakan.
Populasi satwa buru di dalam taman buru merupakan penentu utama terkait dengan boleh atau tidak boleh dilakukan perburuan. Sebab meskipun satu jenis satwa telah ditetapkan sebagai satwa buru tetapi jika jumlah populasinya berada dalam batas yang rawan kepunahan, maka perburuan tidak dapat dilakukan. Kegiatan berburu pada musim kawin dan beranak-pinak, juga akan menimbulkan gangguan yang sangat merugikan bagi penambahan jumlah populasi – sebab bisa dibayangkan bagaimana kehidupan seekor anak rusa jika masih pada usia menyusu tiba-tiba induknya dibunuh. Itu berarti terbuka peluang bagi turut matinya si anak rusa, dan dengan sendirinya menghambat pertambahan populasi.
Meskipun diberi predikat taman buru, yaitu tempat yang disediakan untuk menyalurkan kesenangan berburu, namun jelas tidak diizinkan untuk memburu satwa-satwa yang bukan satwa buruan yang telah ditetapkan. Jika hal seperti ini terjadi, berarti si pemburu telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perburuan.
Berkenaan dengan umur satwa yang boleh diburu, juga penting menjadi perhatian. Umur muda dan produktif seharusnya tidak mendapatkan tekanan dan gangguan, sedangkan umur yang sudah dewasa, hal tersebut dimungkinkan. Jumlah yang diburu juga harus dibatasi, paling tidak pada setiap musim, dalam arti harus dapat diperhitungkan berapa banyak individu yang boleh diburu dalam sebuah populasi menurut paruhan waktu tertentu. Karena itu, setiap pemburu harus diberi batasan jumlah satwa yang boleh diburu atau dibunuh.
Tidak semua wilayah taman buru harus dijelajahi untuk berburu, sebab ada lokasi tertentu dalam suatu kawasan taman buru yang disediakan sebagai “lokasi aman” bagi satwa buru, sehingga tidak secara total populasi satwa buru mengalami tekanan psikis yang dapat membuatnya stress. Sedangkan peralatan yang digunakan juga harus sudah ditentukan, misalnya jenis senjata api yang bagaimana yang sesuai – tidak boleh menggunakan senapan mesin, peledak, pembakar, zat beracun, dan sebagainya, yang bukan hanya akan membunuh satwa buru tetapi juga akan membunuh satwa yang bukan buruan, serta akan mencemari dan menghancurkan habitatnya.
Di Indonesia, sejauh ini, untuk kategori satwa buru besar masih dibatasi pada mamalia seperti babi hutan/celeng (Sus sp.) dan rusa atau sambar (Cervus sp.), tetapi inipun harus dicermati, sebab setiap satwa yang telah ditetapkan sebagai satwa yang diperlindungi berdasarkan perundang-undangan, di manapun berada, tidaklah seharusnya diburu dan dibunuh.
Sampai dengan tahun 2008, jumlah kawasan taman buru di Indonesia yang telah ditetapkan adalah sebanyak 15 lokasi, dengan luas total 219.392,49 hektar.
DAFTAR TAMAN BURU YANG TELAH DITETAPKAN DI INDONESIA:
BANGKALA – Taman Buru
SULAWESI SELATAN, Takalar, 4.152,50 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor : 760/Kpts/Um/10/82, 12 Oktober 1982.
BENA, Dataran – Taman Buru
NUSA TENGGARA TIMUR, Timor Tengah Selatan, 2.000,64 ha,, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 74/Kpts-II/1996, 27 Februari 1996.
KOMARA – Taman Buru
SULAWESI SELATAN, Takalar, 2.972,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 237/Kpts-II/1997, 9 Mei 1997.
LANDUSA TOMATA – Taman Buru
SULAWESI TENGAH, Poso, 5.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 397/Kpts-II/1998, 21 April 1998.
LINGGA ISAQ – Taman Buru
NANGROE ACEH DARUSSALAM,. Aceh Tengah, 80.000.00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 70/Kpts/Um/2/78, 1 Februari 1978.
MASIGIT KAREUMBI, Gunung – Taman Buru
JAWA BARAT, Sumedang, Garut, 12.420,70 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 298/Kpts-II/1998, 27 Februari 1998.
MATA OSU, Padang – Taman Buru
SULAWESI TENGGARA, Kolaka, 8.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 643/Kpts-II/1998, 23 September 1998.
MOYO, Pulau – Taman Buru
NUSA TENGGARA BARAT, Sumbawa, 22.250,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 308/Kpts-II/1986, 4 September 1986.
NANU’UA, Gunung – Taman Buru
BENGKULU, Bengkulu Utara, 10.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 741/Kpts/Um/11/78, 1 November 1978.
NDANA, Pulau – Taman Buru
NUSA TENGGARA TTIMUR, Kupang, 1.562,00 HA, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 83/Kpts-II/1993, 1 Januari 1993.
PINI, Pulau – Taman Buru
SUMATERA UTARA, Nias, 8.350,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 347/Kpts-II/1996, 5 Juli 1996.
REMPANG, Pulau – Taman Buru
RIAU KEPULAUAN, Kepulauan Riau, 16.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 307/Kpts-II//1986, 29 September 1986.
RUSA, Pulau – Taman Buru
NUSA TENGGARA TIMUR, Alor, 1.384,65 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 8820/Kpts-II/2002, 24 Oktober 2002.
SEMIDANG BUKIT KABU – Taman Buru
BENGKULU, Bengkulu Utara, 15.300,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 186/Kpts/Um/4/73, 1 April 1973.
TAMBORA SELATAN – Taman Buru
NUSA TENGGARA BARAT, Dompu, 30.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 676/Kpts/Um/11/78, 1 November 1978.