SEMUA orang pasti tahu dan kenal serangga yang bernama capung, yang oleh orang lain disebut sebagai “naga terbang” (dragonfly). Berjalanlah ke tepi hutan, padang rumput, tepi rawa, tepi jalan, hutan sekunder, bahkan pekarangan rumah, atau di mana saja, hampir selalu ditemukan adanya capung. Tetapi dari segi habitat, umumnya pada tempat-tempat yang tidak jauh dari genangan air, karena di sanalah mereka melatakkan telur-telurnya, yang akan menetas jadi nimfa (nympha) setelah 6 – 40 hari, bergantung jenisnya, dan seterusnya jadi capung dewasa. Seekor capung, dalam satu tahap masa peteluran, si betina dapat meletakkan 50 – 400 butir telur, bahkan ada species yang dapat bertelur sampai 1.000 butir.
Di dunia ini, jumlah jenis capung yang tergabung dalam Ordo Odonata, lumayan banyak, diperkirakan sekitar 5.000 species, dan di Indonesia sendiri lebih dari 900 species. Dari rekaman fosil capung yang ditemukan, dari zaman karbon, misalnya dari marga Meganeura, diketahui bahwa di bumi ini pernah hidup capung purba yang rentang-sayapnya mencapai 120 cm. Di Indonesia, capung dapat ditemukan dengan ukuran yang cukup besar, yaitu panjangnya 10-12 cm, dari species Anax maclachlani, sedangkan jenis yang kecil panjang badannya hanya sekitar 1,5 cm, yaitu species Agriocnemis minima, Agriocnemis pygmaea.
Kelompok capung, di Indonesia, hanya ada beberapa yang sangat umum dikenali karakternya melalui familinya, yaitu capung berperut gembung (famili Gomphidae), karena di ujung perutnya, ada bagian yang membengkak atau menggembung. Berikutnya, capung bermata besar (famili Aeshnidae), karena memang ukuran matanya yang besar dan mencolok. Kemudian capung luncur (famili Libellulidae), yang selalu bergerak dan menyambar-nyambar. Lalu capung jarum (Famili Coenagrionidae), karena memang perutnya panjang kurus seperti jarum. Keempat famili inilah yang paling sering terlihat secara keseharian, tapi selain itu, di Indonesia masih terdapat capung-capung lain dari famili-famili Calopterygidae, Petaluridae, Macromiidae, Corduliidae, dan sebagainya.
Dalam pengelompokan capung, salah satu ciri capung yang dikenal secara umum ialah memiliki sayap dua pasang, atau empat lembar, yang bentuknya memanjang, tembus pandang dan menampakkan jala-jala urat yang banyak, yang sepintas seperti jaring (membranaceus). Mata majemuknya, yang besar, dapat dikatakan menutupi seluruh kepala. Antenanya sangat kecil, tetapi perutnya (abdomen) panjang dan tipis. Dari tipe mulutnya yang tampak, dapat diketahui bahwa capung memiliki model gigi pemotong dan pencabik.
Apabila diperhatikan tampilan capung, yang sering kita temukan, terdapat dua bentuk yang berbeda, yaitu capung besar dan capung jarum. Capung besar ditandai dengan ukuran yang memang lebih besar, tetapi sayap depan dengan sayap belakangnya tidak sama besar, dan pada saat hinggap di suatu tempat, keadaan sayap tetap terentang ke samping dalam posisi tegak lurus dengan badannya. Pada nimfa, yang hidup di dalam air, insangnya terdapat di dalam rongga rektum. Ini merupakan ciri umum untuk semua capung dalam Subordo Anisopetara.
Berbeda dengan capung besar, bentuk dan ukuran sayap pada capung jarum, ditandai oleh sayap depan dan sayap belakang yang sama besar, dan ketika hinggap, sayap-sayapnya tidak terentang, tetapi terlipat ke belakang sejajar perutnya. Pada nimfa, insangnya bukan di dalam rongga rektum, melainkan di ujung abdomen, dalam bentuk tiga lembar organ pernafasan, dengan letak persis seperti bilah-kipas baling-baling kapal. Ini merupakan ciri umum dari Subordo Zygoptera.
Capung adalah monster, bukan hanya pada tampilannya yang keren dengan wajah terkesan menakutkan, melainkan juga sejak masih sebagai nimfa yang hidup di dalam air, mereka sudah ganas mengganyang serangga air, larva, dan anak ikan. Setelah dewasa pun, capung akan tetap memangsa sesama serangga, terutama nyamuk, ngegat, agas dan sebagainya. Sebagai serangga yang ditakdirkan menjadi karnivorous sejati, maka dia memiliki mata yang berukuran besar dengan kemampuan jangkauan pandang ke semua arah, karena kepalanya dapat memutar 360°.
Gerakan capung juga istimewa, dengan sayap yang kaku, tipis dan ringan, capung dapat melakukan gerakan akrobatik yang memukau, dapat langsung berbelok-arah pada posisi kurang dari 90°. Kaki dan cakarnya kuat, mampu memegang mangsanya dengan baik, yang disambar ketika sedang terbang, dan langsung membawa mangsa tersebut ke mulutnya. Capung dapat makan sambil terbang.
Mengamati capung merupakan kegiatan yang menarik, karena perilakunya yang aktif, dan terutama warna-warninya yang cukup bervariasi. Dari ratusan jenis capung yang ada di Indonesia, memang ada beberapa yang paling umum dijumpai, terutama capung yang menyenangi rerumputan dan bertengger di tanaman-tanaman hias kolam di samping rumah. Ada beberapa species yang kemunculannya di suatu tempat bersifat musiman, dengan jumlah ratusan dan bahkan ribuan, beterbangan dan berzig-zag di udara, sambil mencari mangsa.
Ketika kecil, jika seorang anak terlalu sering pipis, bahkan pun ketika dia telah berusia 6-7 tahun, masih pipis di tempat tidur, umumnya tradisi mengajarkan agar segera ditangkap seekor capung besar (dalam bahasa Bugis: jurujuru lambatong), dan capung tersebut diupayakan menggigit pusar si anak. Tapi terlepas dari soal kebiasaan pipis tersebut, perhatikan saja sanglambatong itu dengan seksama. Mereka adalah monster, yang agresif, ganas, tetapi menarik dan harus dilestarikan.