Al-Qur'an adalah firman Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai kitab suci agama Islam. Diantara tujuan utama diturunkannya adalah untuk pedoman bagi umat manusia di dalam menjalani dan menata kehidupan agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Sebagaimana diketahui bahwa iman merupakan pondasi kokoh yang ada dalam setiap gerak langkah seseorang dan mempunyai pengaruh yang sangat besar. Iman bisa menjadi stabilisator dan dinamisator hidup. Iman adalah sumber kebahagiaan dan ketiadaan iman adalah sumber derita dan petaka, karena iman sangat mahal harganya bahkan ia lebih mahal dari langit dan bumi.
Berkenaan dengan persoalan iman, penulis akan men-takhrij sebuah hadis tentang iman riwayat Ibn Majah (209-273 H), hadis yang dimaksud adalah;
لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِأَرْبَعٍ، بِاللَّهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، وَبِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْقَدَرِ
Secara sistematis, langkah-langkah yang akan dilakukan dalam men-takhrij hadis di atas adalah sebagai berikut; (1) Takhrij al-hadith, (2) Al-I'tibar (3) Tarjamah al-Ruwat danNaqd al-Sanad, (4) Natijah (al-Hukm 'ala al-hadith), (5) Naq al-Matn, serta (6) Fiqh al-Hadith (Sharh al-Hadith).
1. Takhrij al-hadith
Hadis di atas, yang membicarakan tentang iman, diriwayatkan oleh 'Abdullah bin 'Amir bin Zurarah dari Sharik, dari Mansur, dari Rib'i, dari 'Ali.
Ketika ditelusuri lafaz hadis tersebut melalui kata-kata dalam matan hadis dengan menggunakan Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadith al-Nabawi[1], dengan menelusuri melalui kata-kata (قدر), ditemukan 2 riwayat hadith yang ada persamaan dalam matannya, yaitu terletak pada;
1. Kitab Sunan Ibn Majah, halaman 32; Hadis nomor 81.
2. Kitab Sunan al-Tirmizi, halaman 393. Hadis nomor 2145.
Untuk kepentingan kegiatan I'tibar, sebagai langkah berikutnya dalam penelitian ini, dengan ini dikutipkan matan dan sanad yang ditakhrij oleh Ibn Majah dan Al-Tirmizi, sebagai berikut;
1. Pada Sunan Ibn Majah, yaitu
[81] حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَامِرِ بْنِ زُرَارَةَ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ رِبْعِيٍّ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : " لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِأَرْبَعٍ، بِاللَّهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، وَبِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْقَدَرِ "
2. Di dalam Sunan al-Tirmizi, matan dan sanad-nya adalah sebagai berikut;
[2145] حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ، حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، قَالَ: أَنْبَأَنَا شُعْبَةُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْرِبْعِيِّ بْنِ حِرَاشٍ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : " لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِأَرْبَعٍ: يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ بَعَثَنِي بِالْحَقِّ، وَيُؤْمِنُ بِالْمَوْتِ، وَبِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَيُؤْمِنُ بِالْقَدَرِ "، حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ، حَدَّثَنَا النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ، عَنْشُعْبَةَ، نَحْوَهُ، إِلَّا أَنَّهُ قَالَ: رِبْعِيٌّ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ أَبُو عِيسَى: حَدِيثُ أَبِي دَاوُدَ، عَنْ شُعْبَةَ عِنْدِي أَصَحُّ مِنْ حَدِيثِ النَّضْرِ، وَهَكَذَا رَوَى غَيْرُ وَاحِدٍ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ رِبْعِيٍّ، عَنْ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا الْجَارُودُ، قَال: سَمِعْتُ وَكِيعًا، يَقُولُ: بَلَغَنَا أَنَّ رِبْعِيًّا لَمْ يَكْذِبْ فِي الْإِسْلَامِ كِذْبَةً
3. Di dalam Musnad Ahmad bin Hambal matan dan sanad-nya adalah sebagai berikut;
[760] حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ رِبْعِيِّ بْنِ حِرَاشٍ، عَنْعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ أَنَّهُ قَالَ: " لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِأَرْبَعٍ: حَتَّى يَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، بَعَثَنِي بِالْحَقِّ، وَحَتَّى يُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَحَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ
SUSUNAN SANAD
(DOWNLOAD PADA AKHIR ARTIKEL)
2. Al-I'tibar
Kedua riwayat hadis tentang Iman di atas, selanjutnya di I'tibar dengan cara mengkombinasikan antara sanad yang satu dengan yang lainnya, sehingga terlihat dengan jelas seluruh sanad hadis yang diteliti, demikian juga dengan seluruh perawinya dan metode periwayatannya.
Dengan dilakukan I'tibar tersebut, akan dapat diketahui apakah ada unsur mutabi'atau shahid[2] pada hadis tersebut atau tidak. Dan hasil I'tibar dari sanad hadis tentang iman dapat di lihat pada skema berikut;
( BISA ANDA DOWNLOAD PADA AKHIR ARTIKEL)
3. Tarjamah al-Ruwat dan Naqd al-Sanad
Penelitian ini membatasi diri pada hadis Ibnu Majah, berikut urutan para perawi ;
a. 'Abdullah bin 'Amir bin Zurarah.
Nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Amir bin Zurarah al-Hadrami. Masa hidupnya, Dia meninggal dunia pada tahun 237 H. [3]
Gurunya, 'Abdullah bin 'Amir berguru dan menerima hadis dari sejumlah 'Ulama', diantaranya Abi Bakar bin 'Iyash, 'Ali bin Mashur, Yahya bin Zakariya bin Abi Zaidah, 'Abdullah al-Rahim bin Sulaiman, Ma'li bin Hilal, Muhammad bin Fadil, 'Abidah bin Hamid,Sharik ibn 'Abdullah, dan lain-lain.[4]
Muridnya, 'Abdullah bin 'Amir sendiri mempunyai sejulah murid yang meriwayatkan hadis darinya. Di antara murid-muridnya adalah Muslim, Abu Dawud, Ibn Majah, Baqi bin Mukhallid, Abu Zur'ah, Abu Hatim, Muhammad bin "Uthman bin Abi Shaybah, Muhammad bin 'Abdullah al-Hadrami, 'Abdullah bin Ahmad, Muhammad bin Salih bin Darij, Abu Bakar bin Abi 'Asim, Hasan bin 'Ali al-Ma'mari, 'Abdani al-Ahwazi, al-Hasan bin Sufyan, Abu Yu'la, dan lain-lain.[5]
Pernyataan para kritikus hadis tentang diri 'Abdullah bin 'Amir, mengenai pribadinya, para kritikus hadis berpendapat
1. Abu Hatim bahwa dia adalah Saduq,
2. Berdasarkan sumber dari Ibn Hibban, dikatakan bahwa 'Abdullah bin 'Amir bin Zurarah adalah orang yang thiqah dan Mustaqim al-Hadith.
3. Al-Dahabi mengatakan, bahwa 'Abdullah bin 'Amir adalah seorang yang thiqqah.[6]
Dari komentar para kritikus hadis di atas terlihat secara jelas bahwa 'Abdullah bin 'Amir adalah orang yang thiqqah dan saduq, dan karenanya pula, dapat dikatakan bahwa sanad antara 'Abdullah bin 'Amir dan Sharik bin 'Abdullah adalah dalam keadaan bersambung (muttasil).
b. Sharik.
Nama lengkapnya adalah Sharik bin 'Abdullah bin Abi Sharik al-Nakha'i Abu 'Abdullah al-Kufi al-Qadi.[7]
Masa hidupnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad bin Hanbal, Dia dilakirkan pada tahun 90 H dan meninggal pada tahun 177 H.
Gurunya, berguru dan menerima hadis dari sejumlah 'Ulama', diantaranya, Ziyad bin 'Alaqah, Abi Ishaq al-Sabi'i, 'Abd al-Malik bin 'Amir, 'Abbas bin Dharij, Ibrahim bin Jarir al-'Ajali, Isma'il bin Abi Khalid, Rakin bin al-Rabi', Abi Fazarah Rashid Ibn Kisan, Khasifah, 'Asim bin Sulaiman al-Ahwal, Samak bin Harb, al-'Amash, Mansur bin al-Mu'tamar, Zabidi al-Yami, 'Asim bin Bahdalah, 'Asim bin Kalib, 'Abd al-'Aziz bin Rafi', Muqaddam bin Sharih, Hisham ibn 'urwah, Abidullah bin 'Umar, 'Imarah bin Qa'qa', 'Imar al-Dahni, 'Atha' bin al-Saib dan khalaq.[8]
Murid-muridnya, di antara murid-muridnya adalah Abi Muhdi, Waki', Yahya bin Adam, Yunus bin Muhammad al-Muadib, Fadl bin Musa al-Sinani, 'Abd al-Salam bin Harb, Hashim, Abu al-Nadr Hashim, Abu Ahmad al-Zubair, Ishaq al-Azraq, Aswad bin 'Amir Shadani, Abu Usamah, Husain bin Muhammad al-Marwadhi, Hujaj ibn Muhammad, Ishaq bin 'Isa bin al-Taba', Hatim bin Ismail, Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'd, Zaid bin Harun, Abu Na'im, Abu Ghisan al-Nahdi, Abna Abi Shaibah, 'Ali bin Hajar, Muhammad ibn al-Sibah al-Dawlabi, Muhammad bin al-Tufail al-Nakhai, Qutaybah bin Sa'id, Muhammad bin Sulaiman dan anaknya 'Abd al-Rahman bin Sharik, dan lain-lain.[9]
Pernyataan para kritikus hadis tentang diri Sharik bin 'Abdullah, mengenai pribadinya, para kritikus hadis berpendapat;
1. Abu Hatim bahwa dia adalah Saduq,
2. Menurut Ahmad bin Hanbal bahwa dia adalah seorang yang saduq.
3. Yahya bin Mu'in mengatakan bahwa dia adalah saduq thiqqah.[10]
Para kritikus hadis menyatakan bahwa Sharik adalah seorang yang thiqqah, saduq, maka dengan demikian pernyataan Sharik bahwa dia telah menerima riwayat hadis dari 'Abdullah bin 'Amir dapat dipercaya; dan karenanya dapat dikatakan bahwa sanad antara dia dengan Mansur adalah bersambung.
c. Mansur
Nama lengkapnya adalah Mansur bin al-Mu'tamar bin 'Abdullah bin Rabi"ah dan dikatakan juga dia adalah al-Mu'tamar bin 'Attab bin Farqad al-Salami Abu 'Attab al-Kufi.[11]
Masa hidupnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Abi Sa'ad dia meninggal pada tahun 123 H.
Gurunya, berguru dan menerima hadis dari sejumlah 'Ulama', diantaranya, Abi Wail, Zaid bin Wahab, Ibrahim al-Nakha'i, al-Hasan al-Basri, Rib'i Ibnu Harash, Tamim bin Salmah, Khaythimah bin Abd al-Rahman, Dhar bin Abdullah al-Marhabi, Sa'ad bin 'Abidah, Sa'id bin Jabir, Ibnu Hazim al-Ashja'i, Talhah bin Masraf, 'Abdullah bin Marrah, Mujahid, Abi al-Dahi, al-Musayyab bin Rafi', Minhal bin 'Umar, Hilal bin Yasaf, Abi 'Uthman al-Tiban, 'Abdullah Ibnu Yassar al-Jahni, 'Ali bin al-Aqmar.[12]
Murid-muridnya, di antara murid-muridnya adalah Ayyub, Hasin bin 'Abd al-Rahman, al-'A'mashi, Sulaiman al-Tamimi, al-Thauri, Shu'bah, Shaiban, Zaidah, Zahir, Jarah bin Malih, Abu al-Ahwas, Sufyan bin 'Uyaynah, 'Abidah Ibnu Hamid, Jarir bin 'Abd al-Hamid, 'Abd al-'Aziz bin 'Abd al-Samad al-'Ammi, Ziyad bin 'Abdullah al-Bakai dan lain-lainnya.[13]
Pernyataan para kritikus hadis tentang diri Mansur bin al-Mu'tamar, mengenai pribadinya, para kritikus hadis berpendapat;
1. Abu Hatim bahwa dia adalah Thiqqah.
2. Sebagaimana yang dikatakan al-'Ajali bahwa dia adalah Thiqqah Thubut.
3. Muhammad bin Sa'ad mengatakan bahwa dia adalah Thiqqah Ma'mun.[14]
Para kritikus hadis menyatakan bahwa Mansur bin al-Mu'tamar adalah seorang yangthiqqah, maka dengan demikian pernyataan Mansur bahwa dia telah menerima riwayat hadis dari Sharik bin 'Abdullah dapat dipercaya; dan karenanya dapat dikatakan bahwa sanad antara dia dengan Rib'i adalah bersambung
d. Rib'i
Nama lengkapnya adalah Rib'i bin Harash bin Jahash bin 'Umar bin 'Abdullah bin Bajad al-'Abbasi Abu Maryam al-Kufi.[15]
Masa hidupnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu 'Abid, dia meninggal pada tahun 100 H, menurut Ibnu Namir dia meninggal pada tahun 101 H, berbeda juga dengan Ibnu Mu'in dan lainnya, dia meninggal pada tahun 104 H.
Gurunya, berguru dan menerima hadis dari sejumlah 'Ulama', diantaranya, 'Umar, 'Ali, Ibnu Mas'ud, Abi Musa. 'Imran bin Hasin, Hudhaifah bin al-Yaman, Tariq al-Maharibi, Abi al-Yasar Ka'ab bin 'Umar al-Salami, Abi Mas'ud, Kharshah bin al-Hur, 'Umar bin Maimun dan lain sebagainya.[16]
Murid-muridnya, di antara murid-muridnya adalah 'Abd al-Malik bin 'Amir, Abu Malik al-Ashja'i, al-Sha'bi, Na'im bin Abi Hind, Mansur bin al-Mu'tamar, 'Umar bin Haram, Hilal bin 'Abd al-Rahman dan lain sebagainya.[17]
Pernyataan para kritikus hadis tentang diri Mansur bin al-Mu'tamar, mengenai pribadinya, para kritikus hadis berpendapat;
1. Muhammad bin Sa'ad mengatakan bahwa dia adalah seorang yang thiqqah.
2. Menurut al-'Ajali, dia adalah seorang yang thiqqah.
3. Ibnu Hibban mengatakan bahwa dia adalah thiqqah.[18]
Dari komentar para kritikus hadis di atas terlihat secara jelas bahwa 'Abdullah bin 'Amir adalah orang yang thiqqah, dan karenanya pula, dapat dikatakan bahwa sanad antara 'Abdullah bin 'Amir dan 'Ali adalah dalam keadaan bersambung (muttasil).
e. 'Ali
Nama lengkapnya adalah 'Ali bin Abi Talib bin 'Abdul Manaf bin Abd al-Mu'talib bin Hashim bin 'Abdul Manaf Abu al-Hasan al-Hashimi. Amir al-Mu'minin.[19]
Masa hidupnya, beliau dilahirkan pada tahun ke-23 sebelum Hijrah, meninggal pada tahun 661 H M/40 H). dan beliau merupakan sahabat dan menantu Nabi yang terkenal dengan kepandaiannya serta kepiawaiannya dalam menetapkan sebua keputusan.
Gurunya, para gurunya adalah Rasulullah SAW, Abu Bakar, 'Umar, Miqdad bin al-Aswad dan Istrinya Fatimah putrid Rasulullah SAW.[20]
Murid-muridnya. Di antara para muridnya adalah anak-anaknya sendiri Hasan dan Husain, Abu Hanifah, 'Umar, Fatimah, 'Ali, 'Abdullah bin Ja'far bin Abi Talib, 'Abidullah bin Abi Rafi', 'Abdullah bin Mas'ud, Abu Hurairah, Abu Sa'id al-Khudri, Bashar bin Sahim, Ibnu Abbas, Rib'i bin Harash, Sharih bin Hanik dan lainnya.[21]
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya adalah, sebagaiman yang dikatakan 'Abd Ra.zaq bahwa, "huwa awwalu man aslama ba'da Khadijah"[22]
Para kritikus hadis telah memberikan penilaian yang baik kepada 'Ali dan bahkan Rasulullah sendiri menyatakan bahwa 'Ali adalah gerbangnya ilmu. Dia juga adalah seorang yang cerdas dan paling thabit. Selain itu, tidak seorang pun yang menyangsikan tentang kepribadiannya. Oleh karenanya, kita dapat mempercayai pernyataannya bahwa dirinya telah menerima riwayat hadis dari Rasulullah SAW. Dan dengan demikian, dapat kita katakan, bahwa sanad antara 'Ali dengan Rasulullah SAW adalah dalam keadaan bersambung.
4. Natijah (Hukm al-Hadith)
Uraian mengenai sanad hadis tentang iman, yang di-takhrij oleh Ibn Majah di atas, menghasilkan beberapa catatan, sebagai berikut;
1. Dari segi kualitas pribadi dan kapasitas intelektual para perawinya, terlihat bahwa seluruh perawi yang terlibat dalam periwayatan hadis tersebut adalah thiqqah.
2. Dari segi hubungan periwayatan, maka seluruh sanad hadis tersebut adalah bersambung (muttasil).
3. Dari segi mata rantai sanad, maka rangkaian periwayatan tersebut dinyatakan sebagaiasah al-Asanid.
Berdasarkan beberapa catatan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sanad hadis yang di-takhrij oleh Ibn Majah di atas, hukumnya adalah Sahih Lidzatihi.
Akan tetapi jika kita ambil hadis al-Turmuzi yang bersanad Muhammad bin Ghaylan, Nadar bin Shumayl, Shu'bah bin al-Hajjaj, Rib'i bin Harash, Rajul (seseorang yang tidak diketahui identitasnya), 'Ali, maka hadis tersebut adalah hadis Daif, karena ada salah seorang perawi yang tidak diketahui identitasnya.
Di samping sanad sebagaimana tertera di atas, al-Turmuzi juga mengemukakan sanad yang lain, yakni Mahmud bin Ghaylan, Sulaiman bin Dawud, Shu'bah bin al-Hajjaj, Mansur, Rib'i, 'Ali.
Hadis al-Turmuzi yang bersanadkan Mahmud bin Ghaylan, Sulaiman bin Dawud, Shu'bah bin al-Hajjaj dan hadis Ibn Majah yang bersanadkan 'Abdullah bin 'Amir, Sharik adalah menjadi muttabi' bagi hadis al-Turmuzi yang bersanad Mahmud bin Ghaylan, Nadar bin Shumayl.
Dengan demikian, maka hadis al-Turmuzi yang bersanad Mahmud bin Ghaylan, Nadar bin Shumayl yang Da'if itu naiklah nilainya menjadi Hasan Lighairihi, karena kedaifannya telah diangkat oleh muttabi' yaitu hadis yang ia riwayatkan sendiri melalui sanad Mahmud bin Ghaylan, Sulaiman bin Dawud dan hadis Ibn Majah yang bersanad 'Abdullah bin 'Amir, Sharik.
5. Naqd al-Matn
Sebagaimana matannya, hadis riwayat Ibn Majah tersebut sama sekali tidak tampak adanya shadhdh dan 'illah. Karena hadis tersebut tidak bertentangan dengan riwayat yang lain berkenaan dengan masalah tersebut.
Begitu juga apabila dilihat dari kandungannya, hadis tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur'an dan al-hadith, bahkan banyak ayat-ayat al-Qur'an dan beberapa hadis yang sejalan dengannya dan bukan berarti iman kepada yang empat tersebut merupakan kesempurnaan seseorang dalam hal keimannya, akan tetapi perlu di ingat lagi bahwa iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, juga merupakan kesempurnaan iman seseorang, akan tetapi kalau dicermati secara baik, hadis-hadis tersebut di atas, substansinya adalah sama yaitu iman kepada semua yang ghaib meskipun tidak disebut secara langsung iman kepada Malaikat dan Kitab-kitab-Nya.
6. Sharh (Fiqh) al-Hadith
Iman adalah percaya dalam hati dan mengikrarkan dengan lisan serta melaksanakan dengan anggota badan. Adapun unsur-unsur iman di sini adalah mempercayai adanya Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Kiamat dan Qadar Allah, baik dan buruknya dari Allah.
Inilah pengertian iman sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi;
الإيمانُ أَن تُؤْمنَ باللهِ وملاَئكَتِهِ ورسلهِ واليَوْم الآخرِ وتُؤْمنَ بالقدَرِ خَيْرِه وشَرِّهِ (رواه مسلم)
Keenam kepercayaan dalam iman itulah yang disebut Rukun Iman.
Kewajian kita yang pertama kali sebagai manusia adalah beriman kepada Allah. setelah itu beriman kepada yang lain yang jelas telah diperintahkan dalam al-Qur'an dan hadis Nabi.
Dengan iman inilah manusia akan memperoleh martabat yang tinggi dan tingkatan yang mulia di sisi Allah. sehingga siapa saja yang beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya maka akan memperoleh pahala yang besar.
Allah SWT berfirman di dalam al-Qur'an;
....فآمنُوْا باللهِ ورَسلهِ وإنْ تؤْمنُوْا وتَتَّقُوْا فَلَكُم اجْرٌ عظِيمٌ. (ال عمران : 179)
Berdasarkan ayat tersebut, maka jelaslah bahwa dengan keimanan seseorang akan memperoleh pahala yang besar. Di dalam al-Qur'an Allah telah menjanjikan dengan tegas kepada orang-orang yang benar-benar beriman baik laki-laki maupun perempuan akan diberi pahala berupa surga.
[1] Lihat A.J. Wensinck dan Muhammad Fu'ad 'Abd al-Baqi, Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadith al-Nabawi, Vol. V (Leiden; E.J. Brill, 1955), 208.
[2] Yang dimaksud dengan mutabi' (sering juga disebut tabi', jamaknya tawabi), adalah perawi yang berstatus pendukung pada perawi yang bukan Sahabat Nabi. SedangkanShahid adalah perawi yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk Sahabat Nabi. Lihat, Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta; Insani Press, 1997), 52.
[3] Shihab al-Din Ahmad ibn 'Ali ibn Hajar al-Ashqalani, Kitab Tahdhib al-Tahdhib, Vol. V (Beirut; Dar al-Fikr, 1984), 238.
[4] Ibid., 238.
[5] Ibid., 238.
[6] Ibid., 238.
[7] Ibid., Vol. IV, 293
[8] Ibid.294
[9] Ibid.
[10] Ibid., 295-296
[11] Ibid., Vol. X, 277
[12] Ibid., 278
[13] Ibid.
[14] Ibid., 279
[15] Ibid., Vol. III, 205
[16] Ibid.
[17] Ibid., 206
[18] Ibid.
[19] Ibid., Vol. VII, 294
[20] Ibid.
[21] Ibid., 295
[22] Ibid., 296