Cara
penjegahan HIV AIDS harus menjadi prioritas utama. Mengingat sampai
saat ini obat untuk mengobati dan vaksin untuk mencegah AIDS belum
ditemukan, maka alternatif untuk menanggulangi masalah AIDS yang terus
meningkat ini adalah dengan upaya pencegahan oleh semua pihak untuk
tidak terlibat dalam lingkaran transmisi yang memungkinkan dapat
terserang HIV (Siregar, 2004).
Pada
dasarnya cara pencegahan HIV AIDS dapat dilakukan oleh semua pihak
asal mengetahui cara-cara penyebaran AIDS. Ada 2 cara pencegahan HIV
AIDS yaitu jangka pendek dan jangka panjang (Siregar, 2004).
Upaya Pencegahan HIV AIDS Jangka Pendek
Upaya
pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan KIE, memberikan informasi
kepada kelompok resiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS
(HIV), sehingga dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya.
Ada 3 pola pencegahan virus HIV AIDS:
Pencegahan melalui hubungan seksual
HIV
terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang terbukti
berperan dalam penularan AIDS adalah mani, cairan vagina dan darah. HIV
dapat menyebar melalui hubungan seksual pria ke wanita, dari wanita ke
pria dan dari pria ke pria.
Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melaui hubungan seksual maka upaya pencegahan adalah dengan cara:
- Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat efektif, namun tidak mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis.
- Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (homogami).
- Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.
- Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS.
- Tidak melakukan hubungan anogenital.
- Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV (Siregar, 2004).
Pencegahan melaui darah
Darah merupakan media yang cocok untuk hidup virus AIDS.
Penularan AIDS melalui darah terjadi dengan:
- Transfusi darah yang mengandung HIV.
- Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas pakai orang yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik.
- Pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap virus HIV.
Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah:
- Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan memeriksa darah donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab memerlukan biaya yang tingi serta peralatan canggih karena prevalensi HIV di Indonesia masih rendah, maka pemeriksaan donor darah hanya dengan uji petik.
- Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak menjadi donor darah. Apabila terpaksa karena menolak, menjadi donor menyalahi kode etik, maka darah yang dicurigai harus di buang.
- Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku setiap kali habis dipakai.
- Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus disterillisasikan secara baku.
- Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan kebiasaan penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan mengunakan jarum suntik bersama.
- Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable).
- Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV (Siregar, 2004).
Pencegahan melaui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya
Ibu
hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut kepada
janinnya. Penularan dapat terjadi pada waktu bayi di dalam kandungan,
pada waktu persalinan dan sesudah bayi di lahirkan. Upaya untuk mencegah
agar tidak terjadi penularan hanya dengan himbauan agar ibu yang
terinfeksi HIV tidak hamil.
Upaya Pencegahan HIV AIDS Jangka Panjang
Penyebaran
AIDS di Indonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah karena hubungan
seksual, terutama dengan orang asing. Kasus AIDS yang menimpa orang
Indonesia adalah mereka yang pernah ke luar negeri dan mengadakan
hubungan seksual dengan orang asing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
resiko penularan dari suami pengidap HIV ke istrinya adalah 22% dan
istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%. Namun ada penelitian lain yang
berpendapat bahwa resiko penularan suami ke istri atau istri ke suami
dianggap sama. Kemungkinan penularan tidak terganggu pada frekuensi
hubungan seksual yang dilakukan suami istri.
Mengingat
masalah seksual masih merupakan barang tabu di Indonesia, karena
norma-norma budaya dan agama yang masih kuat, sebetulnya masyarakat kita
tidak perlu risau terhadap penyebaran virus AIDS. Namun demikian kita
tidak boleh lengah sebab negara kita merupakan negara terbuka dan dan
sangat rentan terhadap penularan penyakit ini (Siregar, 2004).
Upaya
jangka panjang yang harus dilakukan untuk mencegah merajalelanya AIDS
adalah merubah sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatan yang
meningkatkan norma-norma agama maupun sosial sehingga masyarakat dapat
berperilaku seksual yang bertanggung jawab, yang meliputi tidak
melakukan hubungan seksual sama sekali, hanya melakukan hubungan seksual
dengan mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (monogamy),
menghindari hubungan seksual dengan wanita-wanita tuna susila,
menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih dari satu
mitra seksual, mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin,
hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS,
tidak melakukan hubungan anogenital dan gunakan kondom mulai dari awal
sampai akhir hubungan seksual (Siregar, 2004).
Kegiatan
tersebut dapat berupa dialog antara tokoh-tokoh agama, penyebarluasan
informasi tentang AIDS dengan bahasa agama, melalui penataran dan
lain-lain yang bertujuan untuk mempertebal iman serta norma-norma agama
menuju perilaku seksual yang bertanggung jawab. Dengan perilaku seksual
yang bertanggung jawab diharapkan mampu mencegah penyebaran penyakit
AIDS di Indonesia.