Belanja militer dunia turun untuk pertama kalinya dalam 15 tahun terakhir sebesar 1,75 triliun dolar pada tahun 2012, yang berarti penurunan sebesar 0,5 persen dibandingkan tahun 2011, hal ini diungkapkan oleh Stocholm International Peace Research Institute (SPIRI). Untuk pertama kalinya juga pangsa pasar AS telah jatuh di bawah level 40 persen sejak runtuhnya Uni Soviet. China dan Rusia termasuk dalam tiga besar negara yang meningkatkan belanja militer mereka.
Penelitian dari SIPRI ini didasarkan pada pengeluaran publik terhadap pemeliharaan angkatan bersenjata, yaitu, latihan militer, gaji atau remunerasi bagi tentara, bonus kerja lainnya, biaya operasional, pengadaan senjata dan peralatan penunjang, konstruksi militer, penelitian dan pengembangan kerja, biaya administrasi, dan lain-lain. Total semua itu untuk tahun 2012 adalah sebesar 1,75 triliun dolar, yang merupakan 2,5 persen dari PDB global.
Institut ini juga menerbitkan daftar 15 negara dengan belanja militer terbesar pada tahun 2012. Posisi pertama tentu saja masih menjadi milik Amerika Serikat dengan 682 miliar dolar. Berikut 15 negara dengan belanja militer terbesar :
- Amerika Serikat (682)
- China (166)
- Federasi Rusia (90,7)
- Inggris (60,8)
- Jepang (59,3) Lima negara dengan pengeluaran terbesar ini sebagai penyumbang 60 persen dari seluruh pengeluaran militer dunia yaitu sebesar 1,06 triliun dolar. Dan dilanjutkan dengan 10 negara penutup untuk belanja militer terbesar di dunia, yaitu :
- Perancis (58,9)
- Saudi Arabia (56,7)
- India (46,1)
- Jerman (45,8)
- Italia (34,0)
- Brasil (33,1)
- Korea Selatan (31,7)
- Australia (26.2)
- Kanada (22,5)
- Turki (18.2)
Total, kelima belas negara ini menyumbang 82 persen dari belanja militer global yaitu sebesar 1,43 triliun dolar. Amerika Serikat secara absolut terus memimpin dalam belanja militer. Negara ini menghabiskan belanja militer melebihi jumlah 10 negara di atas bila digabungkan. Meskipun pada tahun 2012 lalu, belanja militer AS telah mengalami penurunan sebesar 6 persen, namun angka ini telah meningkat menjadi 69 persen bila dibandingkan tahun 2001 - tahun yang dipelopori Amerika Serikat sebagai tahun awal "perang global melawan terorisme, tulis analis SIPRI. Tidak seperti Amerika Serikat, China dan Rusia telah meningkatkan belanja militer mereka sebesar 7,8 dan 16 persen masing-masing selama periode akuntansi.
Di sisi lain, perlambatan atau bahkan penurunan tingkat belanja militer di Amerika Serikat berhubungan dengan stagnasi ekonomi, penghematan anggaran dan pengurangan misi di Afghanistan. Hal yang sama juga terjadi pada mitra-mitra AS yang tergabung dalam NATO. Analis SIPRI memprediksi akan terjadi penurunan lebih lanjut dari saham AS dalam pengeluaran militer global setelah pasukan NATO ditarik dari Afghanistan. Dalam hal pangsa PDB, Arab Saudi "menikmati" angka tertinggi, yaitu 8,9 persen. AS dan Rusia mengikuti dengan 4,4 persen. Dan negara-negara lain memiliki porsi yang jauh lebih kecil.
Mari kita fokus pada tiga negara yang memiliki anggaran pertahanan bombastis ini. Persentase mereka dalam belanja militer global adalah sebagai berikut : Amerika Serikat 32 persen, China 9,5 persen, Rusia 5,2 persen. Rusia dan China menghadapi tantangan yang sama yaitu technical re-equipment dari Angkatan Darat dan Angkatan laut, sehingga anggaran militer mereka akan tumbuh secara objektif. Di Rusia, peningkatan akan terjadi sebesar 53 persen pada tahun 2014. Sebelum tahun 2020, di bawah program rearmament negara, Rusia memiliki keinginan besar untuk meningkatkan pangsa hardware generasi baru hingga 70 persen. Dua puluh triliun rubel (689 miliar dolar) telah ditetapkan untuk tujuan tersebut.
Industri pertahanan China pada tahun 2025 akan menjadi yang terbesar di dunia, ini menurut perkiraan dari Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat sejak tahun 2008. Ini adalah perpektif jangka panjang - bagian dari mimpi China, untuk melindungi kepentingan dan kedaulatannya dan untuk mengakhiri kepentingan strategis dominasi barat di Asia dan wilayah Asia Pasifik. Selain itu, saat ini Beijing juga memiliki sengketa wilayah dengan Jepang, Vietnam, dan Filipina di Laut Cina Selatan.
China memiliki rencana ambisius untuk meningkatkan kekuatan strategis, termasuk pembangunan armada kapal selam nuklir. Negara tirai bambu ini juga berencana untuk membuat pesawat pembom strategis. Dalam sepuluh tahun ke depan, China akan terus mengembangkan jet tempur generasi kelima dan kapal induk, salah satunya dengan cara bekerjasama dengan Rusia. Anggaran militer China, menurut IHS Global Insight, akan berlipat ganda dari tahun 2011 hingga 2015 nanti, melebihi total anggaran pertahanan dari semua negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik.
China memiliki banyak jalan untuk mengejar ketertinggalannya dari Amerika Serikat, tentu saja. Korelasi antar kedua negara pada tahun 2003 adalah 7 berbanding 1, dan kemudian turun menjadi 4 berbanding 1 pada tahun 2012. Namun tetap saja kesenjangan ini masih tinggi. Sebagai contoh, AS memiliki 11 kapal induk, sementara China hanya memiliki 1 kapal induk. "Butuh waktu untuk membuat indikator kuantitatif berkembang menjadi perubahan kualitatif," ujar Sam Perlo-Freeman, salah seorang penulis laporan di SIPRI.
Sebenarnya tidak ada lagi kebutuhan bagi AS dan NATO untuk "mempersenjatai" kembali Angkatan Bersenjata mereka. Angkatan bersenjata mereka sudah sejak lama ditugaskan di teater-teater perang dan konflik di seluruh dunia. Ancaman dari Uni Soviet sudah tidak ada, dan saat ini juga tidak ada ancaman dari Rusia, ancaman China juga masih di awang-awang. AS telah menjadwalkan pengurangan lebih lanjut dari anggaran militer untuk tahun 2013 sebesar 87 miliar dolar.
Pengurangan belanja militer Amerika Serikat juga didasarkan pada kenyataan bahwa dunia juga turut andil dalam memotong pengadaan senjata canggih AS, yaitu jet tempur siluman Lockheed Martin F-35 JSF, kata Simeon Wezeman, seorang analis senior di SIPRI. Ini adalah kasus Kanada, Italia dan Belanda yang telah mengurangi pembelian F-35 JSF atau bahkan ada kemungkinan pembatalan karena harganya yang terlalu tinggi. Akibatnya, karena sedikit pembelian, maka harga F-35 JSF akan semakin melambung. Terpaksa dengan anggaran yang ditetapkan, AS hanya akan mendapatkan jumlah F-35 JSF yang lebih sedikit. Negara-negara seperti Kanada, Italia dan Belanda ini mempertimbangkan untuk mencari pesawat yang lebih murah, ini karena pengetatan anggaran mereka sendiri akibat krisis ekonomi. Dua puluh dari tiga puluh tujuh negara Eropa telah mengurangi belanja militer mereka, kecuali Jerman dan Ukraina yang meningkatkan belanja militer mereka sebesar 24 persen.
Adapun tren global lainnya, terjadi peningkatan belanja militer di Timur Tengah, dengan rata-rata peningkatan sebesar 8,4 persen, antara lain Oman 51 persen, Arab Saudi 12 persen, dan Qatar 10 persen. Di Asia, karena pertumbuhan kekuatan militer China, negara-negara tetangganya memilih untuk "mempersenjatai" kembali angkatan bersenjata mereka. Akibatnya juga terjadi peningkatan belanja militer di Asia Tenggara seperti Vietnam dan negara kita Indonesia. Dari tahun 2003 hingga 2012 belanja militer kedua negara ini naik masing-masing sebesar 130 persen (Vietnam) dan 73 persen (Indonesia). Negara-negara Afrika Utara juga menghabiskan dana 7,8 persen lebih banyak pada tahun 2012 dibandingkan tahun sebelumnya. Aljazair memimpin posisi disini dengan 5,2 persen. Namun sayang, SIPRI mencatat bahwa tidak ada evaluasi data yang tersedia di Iran dan Suriah. Adapun untuk Arab Saudi dan Qatar, institut ini menggunakan data evaluatif dari 2011.
Negara-negara Amerika Latin meningkatkan belanja militer mereka sebesar 4,2 persen. Negara-negara yang menunjukkan hasil paling representatif adalah Paraguay dengan 43 persen dan Venezuela dengan 42 persen. Perang melawan kartel narkoba di Meksiko menyebabkan peningkatan belanja militer sebesar 9,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Australia dan Oceania meningkatkan pengeluaran sebesar 3,3 persen. "Kami melihat hal-hal yang bisa menjadi awal pergeseran keseimbangan pengeluaran militer global dari negara-negara Barat yang kaya kepada negara-negara berkembang," ujar Perlo-Freeman
Sayang SIPRI hanya merilis daftar ini untuk 15 negara saja, jadi tidak diketahui Indonesia ada di peringkat berapa. Indonesia masuk dalam daftar tahun 2011 dari daftar 155 negara yang SIPRI rilis. Kala itu Indonesia ada di peringkat 28 dengan belanja militer sebesar 5,2 miliar dolar dibawah Norwegia (7,08), Chili (7,39), Iran (7,46) dan Yunani (7,5). Dari daftar tahun 2011 ini, satu-satunya negara Asia Tenggara yang posisinya di atas Indonesia adalah Singapura (8,3) di peringkat 23. Negara Asia tenggara lainnya adalah Thailand (4,3) peringkat 38, Malaysia (3,25) peringkat 47, Vietnam (2,4) peringkat 52, dan Filipina (1,48) peringkat 59. Sekarang, anggaran militer Indonesia untuk tahun 2013 adalah sebesar 8,34 miliar dolar, naik signifikan dibanding tahun 2011.
Di sisi lain, perlambatan atau bahkan penurunan tingkat belanja militer di Amerika Serikat berhubungan dengan stagnasi ekonomi, penghematan anggaran dan pengurangan misi di Afghanistan. Hal yang sama juga terjadi pada mitra-mitra AS yang tergabung dalam NATO. Analis SIPRI memprediksi akan terjadi penurunan lebih lanjut dari saham AS dalam pengeluaran militer global setelah pasukan NATO ditarik dari Afghanistan. Dalam hal pangsa PDB, Arab Saudi "menikmati" angka tertinggi, yaitu 8,9 persen. AS dan Rusia mengikuti dengan 4,4 persen. Dan negara-negara lain memiliki porsi yang jauh lebih kecil.
Mari kita fokus pada tiga negara yang memiliki anggaran pertahanan bombastis ini. Persentase mereka dalam belanja militer global adalah sebagai berikut : Amerika Serikat 32 persen, China 9,5 persen, Rusia 5,2 persen. Rusia dan China menghadapi tantangan yang sama yaitu technical re-equipment dari Angkatan Darat dan Angkatan laut, sehingga anggaran militer mereka akan tumbuh secara objektif. Di Rusia, peningkatan akan terjadi sebesar 53 persen pada tahun 2014. Sebelum tahun 2020, di bawah program rearmament negara, Rusia memiliki keinginan besar untuk meningkatkan pangsa hardware generasi baru hingga 70 persen. Dua puluh triliun rubel (689 miliar dolar) telah ditetapkan untuk tujuan tersebut.
Industri pertahanan China pada tahun 2025 akan menjadi yang terbesar di dunia, ini menurut perkiraan dari Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat sejak tahun 2008. Ini adalah perpektif jangka panjang - bagian dari mimpi China, untuk melindungi kepentingan dan kedaulatannya dan untuk mengakhiri kepentingan strategis dominasi barat di Asia dan wilayah Asia Pasifik. Selain itu, saat ini Beijing juga memiliki sengketa wilayah dengan Jepang, Vietnam, dan Filipina di Laut Cina Selatan.
China memiliki rencana ambisius untuk meningkatkan kekuatan strategis, termasuk pembangunan armada kapal selam nuklir. Negara tirai bambu ini juga berencana untuk membuat pesawat pembom strategis. Dalam sepuluh tahun ke depan, China akan terus mengembangkan jet tempur generasi kelima dan kapal induk, salah satunya dengan cara bekerjasama dengan Rusia. Anggaran militer China, menurut IHS Global Insight, akan berlipat ganda dari tahun 2011 hingga 2015 nanti, melebihi total anggaran pertahanan dari semua negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik.
China memiliki banyak jalan untuk mengejar ketertinggalannya dari Amerika Serikat, tentu saja. Korelasi antar kedua negara pada tahun 2003 adalah 7 berbanding 1, dan kemudian turun menjadi 4 berbanding 1 pada tahun 2012. Namun tetap saja kesenjangan ini masih tinggi. Sebagai contoh, AS memiliki 11 kapal induk, sementara China hanya memiliki 1 kapal induk. "Butuh waktu untuk membuat indikator kuantitatif berkembang menjadi perubahan kualitatif," ujar Sam Perlo-Freeman, salah seorang penulis laporan di SIPRI.
Sebenarnya tidak ada lagi kebutuhan bagi AS dan NATO untuk "mempersenjatai" kembali Angkatan Bersenjata mereka. Angkatan bersenjata mereka sudah sejak lama ditugaskan di teater-teater perang dan konflik di seluruh dunia. Ancaman dari Uni Soviet sudah tidak ada, dan saat ini juga tidak ada ancaman dari Rusia, ancaman China juga masih di awang-awang. AS telah menjadwalkan pengurangan lebih lanjut dari anggaran militer untuk tahun 2013 sebesar 87 miliar dolar.
Pengurangan belanja militer Amerika Serikat juga didasarkan pada kenyataan bahwa dunia juga turut andil dalam memotong pengadaan senjata canggih AS, yaitu jet tempur siluman Lockheed Martin F-35 JSF, kata Simeon Wezeman, seorang analis senior di SIPRI. Ini adalah kasus Kanada, Italia dan Belanda yang telah mengurangi pembelian F-35 JSF atau bahkan ada kemungkinan pembatalan karena harganya yang terlalu tinggi. Akibatnya, karena sedikit pembelian, maka harga F-35 JSF akan semakin melambung. Terpaksa dengan anggaran yang ditetapkan, AS hanya akan mendapatkan jumlah F-35 JSF yang lebih sedikit. Negara-negara seperti Kanada, Italia dan Belanda ini mempertimbangkan untuk mencari pesawat yang lebih murah, ini karena pengetatan anggaran mereka sendiri akibat krisis ekonomi. Dua puluh dari tiga puluh tujuh negara Eropa telah mengurangi belanja militer mereka, kecuali Jerman dan Ukraina yang meningkatkan belanja militer mereka sebesar 24 persen.
Adapun tren global lainnya, terjadi peningkatan belanja militer di Timur Tengah, dengan rata-rata peningkatan sebesar 8,4 persen, antara lain Oman 51 persen, Arab Saudi 12 persen, dan Qatar 10 persen. Di Asia, karena pertumbuhan kekuatan militer China, negara-negara tetangganya memilih untuk "mempersenjatai" kembali angkatan bersenjata mereka. Akibatnya juga terjadi peningkatan belanja militer di Asia Tenggara seperti Vietnam dan negara kita Indonesia. Dari tahun 2003 hingga 2012 belanja militer kedua negara ini naik masing-masing sebesar 130 persen (Vietnam) dan 73 persen (Indonesia). Negara-negara Afrika Utara juga menghabiskan dana 7,8 persen lebih banyak pada tahun 2012 dibandingkan tahun sebelumnya. Aljazair memimpin posisi disini dengan 5,2 persen. Namun sayang, SIPRI mencatat bahwa tidak ada evaluasi data yang tersedia di Iran dan Suriah. Adapun untuk Arab Saudi dan Qatar, institut ini menggunakan data evaluatif dari 2011.
Negara-negara Amerika Latin meningkatkan belanja militer mereka sebesar 4,2 persen. Negara-negara yang menunjukkan hasil paling representatif adalah Paraguay dengan 43 persen dan Venezuela dengan 42 persen. Perang melawan kartel narkoba di Meksiko menyebabkan peningkatan belanja militer sebesar 9,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Australia dan Oceania meningkatkan pengeluaran sebesar 3,3 persen. "Kami melihat hal-hal yang bisa menjadi awal pergeseran keseimbangan pengeluaran militer global dari negara-negara Barat yang kaya kepada negara-negara berkembang," ujar Perlo-Freeman
Sayang SIPRI hanya merilis daftar ini untuk 15 negara saja, jadi tidak diketahui Indonesia ada di peringkat berapa. Indonesia masuk dalam daftar tahun 2011 dari daftar 155 negara yang SIPRI rilis. Kala itu Indonesia ada di peringkat 28 dengan belanja militer sebesar 5,2 miliar dolar dibawah Norwegia (7,08), Chili (7,39), Iran (7,46) dan Yunani (7,5). Dari daftar tahun 2011 ini, satu-satunya negara Asia Tenggara yang posisinya di atas Indonesia adalah Singapura (8,3) di peringkat 23. Negara Asia tenggara lainnya adalah Thailand (4,3) peringkat 38, Malaysia (3,25) peringkat 47, Vietnam (2,4) peringkat 52, dan Filipina (1,48) peringkat 59. Sekarang, anggaran militer Indonesia untuk tahun 2013 adalah sebesar 8,34 miliar dolar, naik signifikan dibanding tahun 2011.