PENDIDIKAN DI INDONESIA
Oleh M. Yudy Firdaus*
Pendidikan merupakan sebuah sistem yang terdiri dari input dan output. Selain itu, pendidikan juga merupakan sebuah sistem yang tersusun dari beberapa komponen. Di antaranya kurikulum, metode pembelajaran, fasilitas atau sarana prasarana, guru atau tenaga pendidik dan evaluasi pembelajaran yang dirancang secara menyeluruh di mana masing-masing komponen saling berkaitan dan menjadi satu kesatuan yang utuh dalam mencapai tujuan. Dalam era globalisasi dan modernisasi seakan-akan pendidikan di Indonesia mengalami kemunduran, sektor pendidikan mengalami penurunan. Hal ini dapat kita lihat dari Indeks Pembangunan Manusia ( Human Develelopment Indeks) setiap tahun mengalami penurunan. Seakan-akan pendidikan di Indonesia sudah kehilangan arah. Pendidikan di Indonesia sudah tidak lagi bertumpu pada nilai-nilai dasar pendidikan yang memerdekakan, pendidikan yang menyadarkan dan pendidikan yang memanusiakan manusia, pendidikan di Indonesia hanya berorientasi pasar. Sudah saatnya pendidikan di Indonesia mengubah orientasinya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat UUD 1945. Berdasarkan permasalahan pendidikan di atas setidaknya terdapat persoalan pokok yang harus segera ditangani oleh pemerintah secepatnya yaitu kurikulum, fasilitas, tenaga pendidik dan program wajar 9 tahun.
Kurikulum, Sejak kemerdekaan tahun 1945, kita telah mengenal 10 macam kurikulum, yaitu kurikulum –kurikulum tahun 1947, 1949, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan terakhir 2006. Pergantian kurikulum yang semakin cepat mempengaruhi perubahan politik sehingga dalam waktu 7 tahun setelah merdeka, kita telah menerapkan 3 kurikulum. Dari segi komponen , kurikulum paling tidak mengandung 5 komponen, yaitu tujuan, materi, metode atau kegiatan belajar, sumber belajar yang terdiri dari alat, bahan, serta komponen penilaian ( evaluasi ). Perubahan isi kurikulum inilah yang menjadi masalah, mengingat pemberlakuannya cukup sulit untuk dapat diterapkan serentak secara nasional. Akibatnya hanya wilayah-wilayah tertentu saja yang dapat mengikuti perkembangan kurikulum tersebut, sementara wilayah lain boleh jadi tidak mengenal kurikulum yang sedang diberlakukan, dan tiba-tiba saja sudah ganti kurikulum yang baru. Dan inilah masalah yang timbul ketika kita akan menerapkan kurikulum yang disesuaikan dengan tuntutan jaman.
Kedua adalah masalah fasilitas sarana dan prasarana, masih banyak sekali kita jumpai sekolah dan perguruan tinggi yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Ketiga adalah masalah tenaga pendidik (guru atau dosen), masih banyak kita jumpai rendahnya kualitas guru uang memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Selain itu juga sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru. Selain itu rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Kemudian adalah status guru di masyarakat, kualitas guru tidak bisa dilepaskan dari kompensasi yang mereka terima dan status guru di masyarakat. Namun, kompensasi atau gaji guru tidak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi suatu Negara. Artinya, perbandingan gaji guru antar negara akan tidak pas kalau ditimbang kemakmuran bangsa tersebut. Gaji guru di Malaysia lebih besardibandingkan dengan gaji guru di Indonesia, secara absolut. Namun, perbandingan akan berbeda manakala kedua gaji tersebut diperbandingkan akan berbeda manakala kedua gaji tersebut diperbandingkan dengan pendapatan perkapita negara masing-masing. Oleh karena itu , bukan hanya gaji yang penting melainkan bagaimana dukungan masyarakat dan pemerintah bagi kesejahteraan dan status guru.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Kemudian adalah status guru di masyarakat, kualitas guru tidak bisa dilepaskan dari kompensasi yang mereka terima dan status guru di masyarakat. Namun, kompensasi atau gaji guru tidak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi suatu Negara. Artinya, perbandingan gaji guru antar negara akan tidak pas kalau ditimbang kemakmuran bangsa tersebut. Gaji guru di Malaysia lebih besardibandingkan dengan gaji guru di Indonesia, secara absolut. Namun, perbandingan akan berbeda manakala kedua gaji tersebut diperbandingkan akan berbeda manakala kedua gaji tersebut diperbandingkan dengan pendapatan perkapita negara masing-masing. Oleh karena itu , bukan hanya gaji yang penting melainkan bagaimana dukungan masyarakat dan pemerintah bagi kesejahteraan dan status guru.
Keempat adalah Program Wajar yang belum maksimal, Indonesia masih belum mampu memenuhi program wajib belajar 9 tahun bagi semua anak. Tidak dapat kita pungkiri bahwa di zaman sekarang ini, bahwa banyak anak usia produktif sekolah tidak mampu melanjutkan pendidikannya, akibat terbatasnya ketersediaan dana dan makin mahalnya biaya masuk sekolah. Yang lebih parahnya, adanya anggapan sebagian masyarakat, bahwa sekolah mahal dapat menjamin kualitas pendidikan. Persoalan lain, dengan adanya program dana BOS maka semakin rawannya penyelewengan. Di beberapa daerah diindikasikan banyak dana BOS yang menjadi lahan korupsi baru, perilaku yang akhir-akhir ini menjadi penyakit yang membahayakan bangsa dan negara. Dana BOS sebagai program peningkatan kualitas pendidikan Indonesia sudah saatnya menjadi contoh yang baik untuk bangsa. Artinya, penggunaan dana BOS harus dapat mencerminkan setiap kebutuhan dan kepentingan yang mendesak untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Hal yang lebih utama adalah penggunaan dana BOS harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana tercantum dalam buku petunjuk BOS, hanya delapan jenis yang boleh dibiayai dengan dana BOS, yaitu uang formulir pendaftaran, buku pelajaran pokok dan penunjang perpustakaan, peningkatan mutu guru, pemeliharaan, honor guru dari tenaga kependidikan honorer, kegiatan kesiswaan, ujian sekolah, dan transpor bagi murid yang mengalami kesulitan biaya transpor ke sekolah.
Sejumlah permasalahan di atas merupakan PR besar bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia karena pendidikan merupakan kunci pertumbuhan dan pembangunan. Kemampuan Indonesia untuk bersaing di pasar global, penggunaan teknologi yang dapat meningkatkan pendapatan dan produktivitas, serta daya tarik Indonesia bagi kalangan investor, dibentuk melalui keberadaan sumber daya manusia. Indonesia harus mengejar ketertinggalannya dalam standar pendidikan dengan negara lainnya. Sejumlah isu yang dipaparkan diatas menunjukkan perlunya suatu agenda reformasi yang didorong oleh keinginan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar di Indonesia. Agenda ini harus didasari pada peningkatan kapasitas manajemen dan akuntabilitas disetiap tingkat pemerintahan, pemberdayaan sekolah dalam membuat perencanaan dan melaksanakan strategi mereka sendiri untuk meningkatkan kualitas pendidikan, mengurangi ketimpangan sumber daya fiskal daerah dalam pendidikan, menciptakan mekanisme pertukaran dan penggunaan informasi dalam suatu sistem yang menyeluruh, membangun kemampuan pengajaran yang lebih baik dan memperjelas kembali struktur kelembagaan pusat untuk menyesuaikan amanat baru dari rakyat. Jangan sampai terjadi disorientasi program pemerintah untuk pendidikan karena kondisi Politik yang akhir-akhir ini semakin memanas terkait Pilihan Legislatif dan Pilpres 2009. Selain itu alokasi dana 20% dari APBN dan APBD untuk pendidikan sesuai amanah konstitusi pada tahun 2009 dan seterusnya harus dapat dimanfaatkan secara maksimal, efektif dan efisien. Penggunaan dana tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat agar tidak terjadi praktek KKN yang setiap hari semakin menjadi virus yang sangat sulit sembuhnya. SEMOGA!!!
*M. Yudy Firdaus,
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi FE UNESA