Sejarah Penemuan Candi Borobudur yang Terkubur


Penemuan dan sejarah Candi Borobudur
Borobudur mempunyai sejuta unsur eksotis dan misterius, serta perjalanan waktu dari mulai pembangunan hingga sekarang ini. Merupakan candi yang amat megah dan besar terletak di pulau Jawa, berjarak 40 km sebelah barat laut kota Yogyakarta. Bangunan kuno ini merupakan stupa tertua dan juga kompleks stupa terbesar di dunia.

Borobudur tercatat sebagai pewarisan budaya dunia oleh UNESCO dan masuk sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Borobudur didirikan pada abad ke 8 dan 9, kemungkinan oleh dinasti Syailendra yang kala itu memerintah pulau Jawa.

BOROBUDUR TERKUBUR TANAH
Pada 1006 dalam sebuah letusan dahsyat gunung berapi, Borobudur terkubur di bawah berlapis-lapis abu gunung berapi, situs kuno agama Buddha itu terkubur dan terlelap dalam tidurnya.

Sehingga borobudur waktu itu terbentuk seperti bukit dengan hutan belukar dan disebut oleh masyarakat sekitar sebagai Redi Borobudur.





PENEMUAN BOROBUDUR
Hingga pada suatu hari di tahun 1814 baru ditemukan kembali dari balik lebatnya hutan belantara tropis. Kala itu Raffles, wakil gubernur Inggris untuk Jawa yang sedang menduduki pulau Jawa, mendengar cerita para pemburu dan penduduk tentang sebuah candi besar yang tersembunyi di dalam hutan belantara, maka ia mengutus insinyur Belanda, H.C. Cornelius, untuk melakukan survey.

Dalam 2 bulan Cornelius beserta 200 bawahannya menebang pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini. Karena ancaman longsor, ia tidak dapat menggali dan membersihkan semua lorong. Ia melaporkan penemuannya kepada Raffles termasuk menyerahkan berbagai gambar sketsa candi Borobudur. Sehingga Raffles dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, dan menarik perhatian dunia atas keberadaan monumen yang pernah hilang ini.

Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Kedu meneruskan kerja Cornelius dan pada 1835 akhirnya seluruh bagian bangunan telah tergali dan terlihat. Minatnya terhadap Borobudur lebih bersifat pribadi daripada tugas kerjanya.

Wilsen, tahun 1853, yang mengatakan bahwa Hartman menyuruh bongkar stupa puncak, dan menemukan sebuah arca Buddha yang belum selesai, dan benda-benda lain termasuk sebilah keris. Di samping itu Wilsen mendapat tugas membuat gambar-gambar tentang candi Borobudur.
BOROBUDUR DIJARAH
Beberapa waktu kemudian, borobudur menjadi tempat pencurian besar-besaran oleh para penjarah dan kolektor artefak. Kepala arca Buddha adalah bagian yang paling banyak dicuri. Karena mencuri seluruh arca buddha terlalu berat dan besar, arca sengaja dijungkirkan dan dijatuhkan oleh pencuri agar kepalanya terpenggal. Itulah alasan mengapa banyak arca tanpa kepala ditemukan di Borobudur.
Relief Karmawibanggha



























Pada 1882, kepala inspektur artefak budaya menyarankan agar Borobudur dibongkar seluruhnya dan reliefnya dipindahkan ke museum akibat kondisi yang tidak stabil, namun arkeolog utusan pemerintah waktu itu menyarankan untuk tidak membongkarnya dan dibiarkan dalam keadaan utuh.

J.W.Ijzerman tahun 1885 membuka dasar candi dan ia menemukan sejumlah relief yang kemudian dikenal sebagai relief Karmawibhangga 


BOROBUDUR SEKARANG
Setelah pemugaran besar-besaran pada 1973 yang didukung oleh UNESCO, Borobudur kembali menjadi pusat keagamaan dan ziarah agama Buddha. Sekali setahun pada saat bulan purnama sekitar bulan Mei atau Juni, umat Buddha di Indonesia memperingati hari suci Waisak, hari yang memperingati kelahiran, wafat, dan terutama peristiwa pencerahan Siddhartha Gautama yang mencapai tingkat kebijaksanaan tertinggi menjadi Buddha Shakyamuni.